Pilih
Jokowi-JK atau Prabowo-Hatta ? Pilihan ini tak ubahnya seperti memilih mati
gantung diri atau terjun dari atap gedung, keduanya sama-sama bunuh diri.
Memilih salah satu dari keduanya tak akan membuat keadaan lebih baik. Pada masa
kampanye terutama pada debat capres pekan ini, masyarakat disuguhkan debat
antara kedua pasangan capres dan cawapres. Keduanya menampilkan retorika, gaya
artikulasi, maupun kemampuan mengekspresikan fikiran yang berbeda. Tetapi
keduanya tetap menjajakan barang lama (red. Demokrasi) yang sudah terbukti
keharamannya dan kerusakannya. Jika barang dagangannya busuk, maka siapapun
yang menjajakannya tetaplah barang dagangan tersebut busuk.
Berbagai
problematika yang ada di Indonesia hari ini, bukanlah soal siapa pemimpinnya,
tapi soal aturan apa yang diterapkan di negeri ini. Bahkan sekalipun malaikat
turun memimpin negeri ini, jika negeri ini tetap dipimpin dengan aturan buatan
manusia, yakin saja rahmat itu tidak akan turun untuk negeri ini. Mengapa
demikian?
Pertama,
karena demokrasi yang diterapkan di negeri ini adalah sistem kufur. Demokrasi
menyingkirkan Tuhan sebagai pembuat aturan dan menyerahkan urusan pembuatan
hukum di tangan manusia. Manusia lah yang menentukan mana yang boleh dan mana
yang tidak boleh. Padahal, satu-satunya yang berhak untuk menetapkan hukum
hanyalah Allah. Allah SWT berfirman :
“Menetapkan
hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi
keputuan yang paling baik.” (TQS al An’am [6] : 57 )
Allah
pun menyebut manusia-manusia pembangkang yang tidak mau diatur dengan hukum
Allah tersebut sebagai orang-orang yang kafir, zalim, dan fasik.
“Barangsiapa
tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah
orang-orang kafir.” (TQS al-Maa’idah [5] : 44)
“Barangsiapa
tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang
zalim.” (TQS al-Maa’idah [5] : 45)
“Barangsiapa
tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah
orang-orang fasik.” (TQS al-Maa’idah [5] : 47)
Kedua,
karena demokrasi yang diterapkan di negeri ini menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal. Jika seseorang mengubah hukum puasa yang telah
ditetapkan Allah dari pagi hingga sore menjadi sore hingga pagi, tentu orang
itu disebut sesat kan?. Jika seseorang mengubah hukum sholat magrib yang telah
Allah tetapkan 3 rakaat menjadi 2 rakaat, tentu orang itu disebut sesat juga kan?.
Jika mengubah satu hukum Islam saja sudah disebut sesat, bagaimana jika
mengubah lebih dari itu, tidak hanya satu atau dua bahkan lebih, tentu jauh
lebih sesat.
Ketika
hak membuat hukum berada ditangan manusia yang merupakan prinsip utama
demokrasi, maka hukum-hukum Allah akan terlindas oleh hukum-hukum yang
berdasarkan hawa nafsu manusia. Misalnya,
1.
Salat wajib hukumnya menjadi sunnah di negeri ini.
2.
Khamr yang hukumnya haram, tp malah
dilegalkan di negeri ini.
3.
Kewajiban berjilbab berubah hukumnya
menjadi mubah di negeri ini bahkan haram di beberapa profesi, seperti polwan
dan pramugari.
4.
Riba hukumnya haram, namun saat ini
hukumnya mubah bahkan bisa jadi wajib saat ngutang di bank-bank termasuk bank
milik negara.
5.
Zina haram, namun malah tempat-tempat
perzinaan dilokalisasi.
6.
Menjual sumber daya alam kepada asing
(privatisasi) dalam negara saat ini di bolehkan bahkan dilegalisasi padahal
hukumnya haram.
7.
Pindah agama lain (murtad) harusnya
dihukum mati jika tidak bertobat tapi atas nama HAM dan toleransi beragama,
murtad tidak lagi menjadi tindakan kriminal.
8.
Puasa ramadhan wajib tapi masih sekedar
dibolehkan.
9.
Mendekati zina (pacaran) itu haram tapi
sekarang malah jadi mubah. Pezina yang belum menikah wajib dijilid 100x tapi
sekarang tidak dapat dihukum atas alasan kebebasan bertingkah laku.
10.
Ramalan-ramalan, ritual klenik, maupun
perdukunan itu haram, tapi sekarang hukumnya mubah.
11.
Nikah dini dan poligami jadi
kontroversi, padahal syariat membolehkan.
12.
Dan lain-lain.
Oleh
karena itu, jelas bahwa demokrasi adalah sistem kufur yang dapat mengantarkan
kepada kesyirikan besar yang mampu mengeluarkan
pelakunya dari millah. Jika barang yang akan didagangkan jelas haram,
maka pedagangnyapun tidak boleh mendagangkannya, dan seseorang tidak boleh
memilih orang untuk mendagangkan barang haram tersebut. Jika manusia tetap
membangkang dengan melanggar larangan Allah, maka mana mungkin rahmat berupa
kesejahteraan yang diimpi-impikan akan turun di negeri ini. Yang ada hanyalah
siksa karena membuat Allah murka.
Ketiga,
karena demokrasi yang diterapkan di negeri ini melahirkan sistem ekonomi
kapitalisme/liberalisme yang dzolim, rakus dan eksploitatif. Sejarah mencatat
negeri ini telah menggelar pemilu sebanyak sebelas kali, namun tak kunjung ada
perubahan kesejahteraan, justru semakin hari tingkat kemiskinan dan
kriminalitas semakin tinggi. Hal itu jelas, karena sistem ekonomi liberal menyerahkan
tanggung jawab sepenuhnya kepada mekanisme pasar, hal ini terlihat dari usaha
pemerintah mencabut subsidi secara bertahap. Dengan demikian, pemerintah tidak
lagi berperan sebagai abdi rakyat, tapi hanya sebagai penyedia barang dan jasa
yang posisinya seperti pedagang. Pencabutan subsidi secara bertahap ini akan
membuat rakyat semakin menderita apalagi jika subsidi telah ditiadakan
sepenuhnya.
Itu
hanya segelintir saja, belum lagi usaha pemerintah dalam menyuburkan
privatisasi asing, diawali UU Privatisasi Asing lalu mulai dari menjual Indosat
dan BUMN-BUMN lainnya, menjual murah bank-bank dengan ratusan trilyun uang
rakyat dan lainnya. Tidak hanya itu bahkan pemerintah memberikan kontrak kepada
Freeport, Newmont, dan swasta asing lainnya untuk mengeruk kekayaan tambang
milik rakyat. Pemerintah pula yang menyerahkan blok kaya minyak kepada Exxon
Mobil, blok kaya migas kepada Total, serta menyerahkan dan memperpanjang
kontrak BP untuk mengeruk gas Tangguh. Dari sistem demokrasi inilah lahir
berbagai UU yang merugikan rakyat, mulai dari UU Penanaman Modal Asing, UU
Perbankan, UU Minerba, UU Migas, UU Kelistrikan, UU Sumber Daya Air, dan UU
lainnya.
Jika sudah begini, apalagi yang
dapat diharapkan dari demokrasi. Jangan tertipu dengan silau palsunya. Demokrasi
telihat indah tapi sesungguhnya busuk. Demokrasi terlihat mensejahterakan,
tetapi justru sebenarnya menjadikan rakyat sengsara. Umat harus cerdas dalam
menilai dan bersikap dalam pemilu 2014 ini. Masihkah Anda berharap akan ada
perubahan pada pemilu dalam sistem demokrasi ini? Pemilu is NOTHING.
Sepotong percakapan, disuatu hari ...
Fulan : Apakah khamr itu haram?
Anda : iya
Jika saya bertanya pada peminum khamr,
Fulan : Kenapa Anda minum khamr
padahal khamr itu haram ?
Peminum
Khamr : Daeng, Saya tidak akan minum kalau tidak ada yang jual. Penjualnya yang
bertanggung jawab.
Lalu saya melanjutkan dengan bertanya
pada penjual khamr,
Fulan : Kenapa Anda menjual khamr
padahal khamr itu haram ?
Penjual
Khamr : Daeng, saya tidak akan jual
khamr kalau tidak ada yang produksi. Perusahaannya yang bertanggung jawab.
Kemudian, saya lanjut bertanya pada
perusahaan produksi khamr,
Fulan : kenapa Anda memproduksi
khamr padahal khamr itu haram ?
Perusahaan
Khamr : Daeng, saya tidak akan
memproduksi khamr, jika tidak ada izin dari pemerintah. Penguasa yang
bertanggung jawab.
Jadi, saya pun lanjut bertanya pada
pemerintah,
Fulan : Kenapa Anda mengizinkan
mereka memproduksi khamr padahal khamr itu haram.
Pemerintah : Daeng, saya tidak akan memberikan
izin, jika rakyat tidak memilih saya untuk membuat hukum. Minta pertanggung
jawaban saja sama rakyat !