Sabtu, 09 Februari 2019

Part 14 Menjaga Diri dari Fitnah


       Sebagai seorang muslim di negeri minoritas yang jumlah muslimnya sangat sedikit, adanya Islamic Centre di Budapest ini justru menjadi oase tersendiri bagi kaum muslimin, sebagai tempat bertemu dengan muslim lainnya, menjalin ukhuwah, belajar Islam, dan beribadah. Berbagai program-program menarik ditawarkan, ada kelas tajwid, kelas bahasa arab, kajian-kajian keislaman, baik dalam pengantar bahasa arab, Magyar, maupun inggris.

          Sabtu lalu, tema halaqah yang dibawakan langsung oleh sang syeikh adalah ‘7 hal menghindari fitnah akhir zaman’. Kajiannya disampaikan dalam bahasa Arab, namun Alhamdulillah salah satu sister bersedia menerjemahkannya. Nah, adapun hal-hal yang disampaikan sang syeikh agar kita bisa  terhindar dari fitnah, yaitu berkumpul dengan orang-orang shaleh, bergegas pulang ketika hari mulai gelap, menjadi pemaaf, tidak melakukan sesuatu dengan tergesa-gesa, berhati-hati menyebarkan berita, berpegang teguh pada Al-Quran dan As-Sunnah, dan meyakini akan datangnya Nashrullah.

         Diri kita ini banyak dipengaruhi oleh orang-orang disekitar kita dan lingkungan kita, bagaimana kita berpikir, berkata, dan bersikap. Di akhir zaman, akan ada banyak sekali fitnah seperti yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah kabarkan pada kita tentang munculnya fitnah besar dimana kebenaran dan kebathilan saling bercampur. Karena itu salah satu kewajiban kita agar senantiasa terjaga dari fitnah adalah berada dalam jamaah, berkumpul bersama orang-orang yang shaleh. Sebagaimana di negeri yang muslimnya minoritas, maka kita harus mendatangi komunitas-komunitas muslim dan memakmurkan mesjid. Senantiasa berada dalam jamaah itu sesuatu yang sangat urgen sebagaimana dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi. Dari al-Harits al-Asy’ari dari Nabi SAW bersabda: “Dan saya perintahkan kepadamu lima hal dimana Allah memerintahkan hal tersebut: Mendengar, taat, jihad, hijrah, dan jamaah. Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan jamaah sejengkal, maka telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya kecuali jika kembali. …”.
       
         Hal selanjutnya adalah menghindari kegelapan malam sebab kejahatan dan fitnah banyak terjadi di malam hari, sebagaimana kita meminta perlindungan dalam surah Al-Falaq, “Dan dari kejahatan malam apabila telah masuk dalam kegelapan”. Jika hari telah gelap, bergegaslah untuk pulang ke rumah. Ini betul-betul menjadi teguran bagiku, sebab sering diriku belajar di perpustakaan ataupun cafe hingga larut malam. Suatu ketika aku dan temanku baru saja pulang dari belajar bareng di sebuah cafe yang jaraknya sekitar 20 menit dari tempat tinggal kami. Jarak antara halte bus sekitar 650 m ke dorm. Saat kami berjalan pulang, ada yang sedang mabuk-mabukan di jalan, dia menunjuk-nunjuk kami sambil berbicara dengan intonasi tinggi, entah itu berteriak atau apa, tapi kusadari bahwa itu bukan godaan, terlihat dari ekspresi ketakutannya melihat kami, dua gadis berhijab, sambil dia berjalan mundur sedikit-sedikit saat kami lewat dihadapannya. Ya Allah, dalam hati kuberkata, segitunyakah islamophobia orang-orang, bahkan orang mabuk pun ketakutan dengan hijabis. Disatu sisi sedih juga dengan islamophobia di negara ini tapi disisi lain di kejadian ini aku justru terhindar dari hal-hal yang membahayakan. Aku yakin bahwa pertolongan itu datangnya hanya dari Allah semata bukan yang lain.

       Kadang aku berpikir apa mereka pikir kami akan melemparinya bom. Jadi teringat kisah seorang teman ketika melakukan perjalanan dari Budapest ke Rumania bersama dua teman muslimah lainnya yang berhijab. Di atas kereta tiba-tiba ada inspeksi dari kepolisian, dan mereka dibawa kantor polisi, lalu seluruh barang-barangnya diperiksa. Pernah lagi, salah seorang teman bercerita pengalamannya di atas tram, ada bapak-bapak yang begitu melihat dirinya, langsung membawa istrinya menjauh dari dia (yang sebelumnya istrinya itu berada di dekat temanku), lalu memandangnya dengan ekspresi khawatir atau mungkin takut.

      Poin ketiga yang disampaikan syeikh adalah menjadi muslim yang pemaaf. Dengan banyaknya kejadian-kejadian yang mengindikasikan islamophobia, kadang kita merasa kesal dengan respon berlebihan yang kita peroleh dari orang-orang. Mungkin bisa jadi kita tersinggung dengan sikap tak bersahabat mereka. Tapi bukankah Rasulullah pun menghadapi ujian yang sama dulu ketika awal-awal mendakwahkan Islam. Kita harus memahami bahwasanya mereka bersikap seperti itu bukan karena kesalahan mereka, bukan karena mereka adalah orang-orang yang jahat, hanya saja media yang mencitraburukkan islam terus menerus, dan juga adanya propaganda politik. Ingat mereka hanya korban media dan propaganda. Jika direspon dengan sikap yang keras pula, mereka mungkin akan berpikir bahwa yang dikatakan media itu memang benar jika muslim adalah orang-orang yang kasar, menyukai permusuhan, dan konflik.  
  
        Salah satu kejadian yang tidak mengenakkan terjadi pada hari ‘World Hijab Day’. Sister-sister di mesjid melakukan kampanye hijab lewat poster yang rencananya akan dipajang di beberapa tempat. Hal yang mengejutkan adalah ketika ternyata tersebar poster yang gambarnya persis sama tapi isinya telah dirubah dengan konten-konten negatif yang memberi citra buruk pada Islam. Yah, seperti itulah kondisi hari ini di Hongaria, apalagi menjelang pemilihan umum. Islam menjadi sasaran empuk demi agenda politik mereka. Menurut temanku warga hungaria yang telah memeluk islam selama 16 tahun, bahwa penekanan terhadap kaum muslimin di Hungaria semakin meningkat 3 tahun terakhir ini, dan dia memprediksi bahwa akan semakin buruk di tahun-tahun berikutnya.

          Selanjutnya adalah tidak tergesa-gesa. Ibnu Qayyim rahimahullahu berkata, “Sifat tergesa-gesa adalah dari setan. Sejatinya sifat tergesa-gesa juga merupakan sikap gegabah, kurang berpikir dan berhati-hati dalam bertindak. Yang mana sifat ini menghalangi pelakunya dari ketenangan dan kewibawaan. Dan menjadikan pelakunya memiliki sifat menematan sesuatu tidak pada tempatnya. Dan mendekatkan pelakunya kepada berbagai macam keburukan, dan menjauhkannya dari berbagai macam kebaikan. Dia adalah temannya penyesalan. Dan katakanlah, bahwa siapa saja yang tergesa-gesa maka dia akan menyesal”.

         Pesan syeikh berikutnya adalah berhati-hati dalam menyebar berita. Salah satu ketergesa-gesaan yaitu tidak meneliti dahulu berita yang sampai padanya lantas menyebarkannya ke yang lain. Padahal Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” [TQS. Al-Hujurat:6]. Banyak kejadian buruk yang terjadi disebabkan beredarnya berita bohong, baik di masa lalu maupun di masa sekarang.

     Selanjutnya, seorang muslim haruslah berpegang teguh pada Al-Quran dan As-Sunnah agar senantiasa berada di jalan yang diridhoi Allah SWT. Allah SWT berfirman yang artinya, “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima sepenuhnya.” [TQS An-Nisa:65] Rasulullah saw bersabda : “Aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua hal, kalian tidak akan tersesat setelah (kalian berpegang teguh pada) keduanya, Kitabullah dan Sunnahku.” [HR At-Thabrani]

        Selain itu, walaupun berbagai cobaan menerpa kita dan kaum muslimin hari ini, Syeikh berpesan agar memiliki keyakinan yang kuat akan datangnya Nashrullah.

    “Dan tidaklah Allah menjadikannya (mengirim pertolongan) melainkan sebagai kabar gembira agar hatimu menjadi tentram, dan kemenangan (pertolongan) itu hanyalah dari sisi Allah. Sungguh Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” [TQS Al-Anfal :10]

            Wallahu’alam bi ash-shawab.

            [Ashwa Rin]

Part 13 Ada apa dengan Barbar?


Dasar kaum Barbar ! kita mungkin pernah mendengar umpatan ini. Kira-kira apa yang terlintas dibenak kita ? Biadab? Primitif? Kasar? Kejam? Beringas? Ya, kita sering sekali menggunakan kosa kata ini dalam makna negatif dan memang kata ini diserap dalam bahasa-bahasa lainnya semisal bahasa inggris (Barbarian) ataupun bahasa Indonesia (Barbar) dalam makna demikian.

Tapi tahukah bahwa sebenarnya Barbar itu adalah nama etnis asli yang menghuni wilayah Afrika Utara, sebagian besar di wilayah Maroko, Tunisia, Aljazair, Mali Utara, Mauritania, Niger utara, Libya, dan sebagian barat Mesir. Nama lain dari etnis Barbar/Berber adalah Amazighs.

Beberapa etnis barbar yang terkenal, ada Tariq bin Ziyad, penakluk Andalusia, Abbas ibnu Firnas, penemu produktif dan perintis awal dalam penerbangan, dan ada pula Ibnu Batuta, seorang penjelajah abad pertengahan.           

Dulu aku tak pernah tahu bahwa Barbar itu nama etnis hingga pada semester pertama kuliah di Budapest, aku sekamar dengan orang Berber (Selanjutnya aku sebut Berber saja ya, kata Barbar terlalu aneh bagiku), namanya Fatima. Dan saat itulah aku banyak diceritakan olehnya tentang orang-orang Berber. Sudah lama sekali ingin menulis tentang ini, tapi belum sempat juga hingga akhirnya hari ini bisa tertunaikan. Kami lama tak bertemu sejak ia pindah apartemen dan alhamdulillah hari ini memiliki kesempatan untuk ngobrol panjang kali lebar kali tinggi di cafe  (volume kalle, hehe).

Sebagai keluarga Berber tulen, ia bercerita bagaimana keluarganya itu sangat tidak menyukai orang-orang Arab. “Kami Berber, dan mereka Arab” begitu kata ayahnya. Ia menceritakan kisahnya saat masih kecil dulu. Ia berteman dengan seorang Arab dan ketika ayahnya mengetahuinya, ayahnya sangat marah dan memukulinya. “Keluarga kami sangat tidak menyukai arab (etnis), sekedar berteman saja tidak boleh, mereka mungkin akan membunuhku kalo ingin menikah dengan orang Arab, maksudku bukan membunuh dalam arti sebenarnya, tapi membuangku dari keluarga” katanya kala itu. “Walaupun Arab Maroko?” tanyaku. Dia berpikir “hmm, klo itu masih ada kemungkinan, hanya harus memohon ekstra, tapi jika Arab tulen, absolutely not”.  

Aku menanyakan alasannya. Dia bilang sebab orang-orang Berber merasa muslim Arab datang ke negeri mereka dan berusaha mengarabkan mereka. Aku bilang “bukannya mereka datang untuk menyebarkan Islam?” “ya, kami bersyukur bisa mengenal Islam tapi disisi lain tidak menyukai arabisasinya.” Dia pun sebenarnya tidak setuju memilih-milih teman hanya karena etnisnya. Namun, menurutnya islam dan tradisi/kultur arab adalah dua hal yang berbeda. Aku sedikit bisa memahaminya sejak banyak berteman dengan orang-orang Arab. Memang tidak semua tradisi/kultur arab merupakan bagian dari tradisi Islam. Islam sendiri tidak melarang tradisi yang tidak bertentangan dengan syariat. Arab memang tidak selalu  berarti Islam. Tetapi menjadi anti Arab jelas sangat berlebihan. Bagaimanalah kita bisa memahami Islam, Al-Quran dan hadist tanpa bahasa Arab. Rasulullah dan mayoritas para sahabat adalah orang-orang arab. Masa’ sih jadi anti arab hanya karena kekecewaan terhadap segelintir orang-orang arab. Bukankah artinya kita sudah bersikap tidak adil? Sedih sebenarnya mendengar bagaimana sesama muslim merasa mereka berbeda dengan muslim lainnya hanya karena soalan etnis, padahal sejatinya satu-satunya yang menjadi pengikat hakiki adalah akidah.

Persoalan seperti ini bukan hanya terjadi antara orang Berber dan orang Arab, tapi juga terjadi sesama orang Arab sendiri. Birjesi, begitu aku memanggil namanya, salah satu sahabat dekatku di Budapest. Dia berasal dari Hebron, Palestina. Bersama Fatima dari Maroko dan Birjesi, kami tinggal bersama saat semester pertama di Budapest. Dia juga banyak menceritakan hal-hal yang mengejutkan bagiku. Salah satunya fakta bahwa sulitnya keluarga di Jordan menerima wanita Palestina sebagai menantu di keluarga mereka. "Walau mungkin saja karena faktanya memang ada, tapi tetap saja itu cukup sulit" jawabnya saat aku menanyakan kemungkinannya. 

Percakapan pagi ini di California Cafe seolah tak habisnya, Fatima juga bercerita bagaimana ketidakakuran Maroko dan Aljazair gara-gara perebutan wilayah padang pasir. Aku teringat bahwa Indonesia dan Malaysia pun seringkali mengalami hal serupa, mulai berebut klaim kepemilikan batik sampai pulau. Dan banyak negeri-negeri muslim lainnya yang bernasib serupa, saling klaim kepemilikan dengan negara tetangganya yang sama-sama negeri mayoritas muslim. Negeri-negeri kaum muslimin disibukkan bertengkar dengan saudaranya hanya untuk urusan sepele. Padahal, mereka sebenarnya sedang masuk dalam jebakan politik pecah belah melalui konsep “nation state”. Kita bangga dengan nation kita hingga lupa atau bahkan tidak tahu bahwa Rasulullah sudah mengingatkan untuk menjauh ashabiyah (fanatik golongan), menyeru dengan seruan-seruan kesukuan maupun kebangsaan.

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa dalam satu perang, seorang Muhajirin mendorong seorang Anshar, lalu orang Anshar itu berkata, "Tolonglah, hai Anshar." Orang Muhajirin itu berkata, "Tolonglah hai Muhajirin." Nabi Muhammad saw pun mendengar itu dan beliau bersabda :" Ada apa dengan seruan jahiliah itu?" Mereka berkata, "Ya Rasulullah, seorang dari Muhajirin memukul punggung seorang dari Anshar," Beliau bersabda, "Tinggalkan itu, sebab itu muntinah (tercela, menjijikkan, dan berbahaya)".

Kami ngobrol lama siang ini seakan hal-hal yang dibicarakan tak ada habisnya, mulai dari cerita pernikahan adiknya summer tahun lalu, kucing piaraan kesayangannya, karakter dan kebiasaan orang-orang Berber, yaitu bagaimana hubungan diantara keluarga sangat formal, ibu ke ayah, anak-anak ke orangtuanya, sampai curhatan dia soal gagalnya eksperimennya hingga  meledakkan microwave karena mencampurkan larutan-larutan kimia yang berbahaya, “and you know I am a muslim” katanya sambil tertawa. Dia bercerita banyak hal juga terkait case-case affair di Maroko, bagaimana para orang tua membesarkan anak tanpa ilmu dan aku pikir itu bukan hanya terjadi di negaranya saja, tapi hampir di seluruh tempat. 

Sementara kami sedang ngobrol, seorang anak di samping meja kami menjatuhkan kuenya dan ibu-ibu yang bersamanya entah ibu atau tantenya mengambil kembali kue itu berkata sesuatu dalam bahasa Hongaria. Tiba-tiba Fatima menerjemahkannya "ibu itu bilang tidak apa-apa karena bagian yang menyentuh lantai hanyalah plastik alasnya". Masha Allah, dia mengerti bahasa hongaria sekarang, sedangkan aku masih jauh tertinggal, hhe. Kami bercerita banyak tentang kehidupan sosial orang-orang Hongaria. Mulai dari kesukaannya memelihara anjing daripada membesarkan anak,  hingga fakta-fakta tentang eljibiti. Mengetahui fakta-fakta yang mengejutkan darinya soal kehidupan sosial orang Hongaria, membuatku merasa aku tidak tahu apa-apa tentang orang Hongaria ternyata.

Pembicaraan kami siang ini berlanjut sangat panjang hingga tak terasa tiga jam sudah berlalu. Sepertinya kami harus mengakhiri pembicaraan panjang ini karena cangkir kopi kami sudah lama dibereskan sang waiter. [Ashwa Rin]


Budapest, Sabtu 09 Februari 2019

Hari Mencintai Muslim ?


Setelah surat teror itu menyebar di kotak-kotak pos Inggris, kepolisian divisi anti-teroris  Inggris memang langsung bergerak melacak siapa dalang dibaliknya. Walaupun kepolisian telah bertindak,  namun tetap saja umat Muslim di Inggris merasa khawatir. Hal menarik yang terjadi adalah sebuah poster ‘LOVE A MUSLIM DAY’ juga muncul yang isinya adalah ajakan untuk melakukan hal-hal yang baik kepada para muslim pada hari yang sama seperti yang tertera pada surat sebelumnya, 3 April 2018. Diantara ajakan aksinya yaitu 10 poin saat memberikan senyum pada muslim, 50 poin melemparkan bunga warna-warni pada muslim, dan 2500 poin untuk membiayai haji keluarga muslim. Ini sebagai respon dari surat kaleng yang membawa terror di masyarakat sekaligus mereduksi ketakutan yang ada.
Di setiap masa, disetiap masyarakat, yang baik dan buruk itu pasti ada. Di tengah-tengah Islamophobia yang melanda Inggris, banyak pula warga Inggris yang turut menunjukkan solidaritasnya terhadap kaum muslim. Di Tyne and Wear misalnya, masyarakatnya mengatakan ‘menebarkan cinta bukan kebencian, membangun jembatan bukan dinding’. Orang-orang menunjukkan solidaritas mereka dalam melawan rasisme dan Islamophobia. Mereka berdiri membentuk rantai solidaritas yang membentang di sekitar Mesjid Pusat Newcastle.
Ini setidaknya menunjukkan pada kita bahwa dunia ini tidaklah selalu berisi orang-orang yang buruk, masih banyak manusia yang di dalam hatinya memiliki kebaikan dan senantiasa ingin menebar kebaikan. Teringat kembali perjalanan dakwah Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam di Mekkah yang dikisahkan dalam sirah Nabawiyah. Kala itu dakwah di Mekkah menghadapi cobaan yang sulit, terutama dari kaum Quraisy yang senantiasa ingin memadamkan cahaya Islam. Bani Hasyim dan Bani Muthalib, kedua suku ini lah yang terus memberikan perlindungan kepada Rasulullah, hingga kedua bani ini juga ikut mengalami pedihnya pemboikotan yang dilakukan kaum Quraisy.  
Kita tahu bagaimana dukungan Amerika terhadap Israel yang terus menjajah Palestina, tapi dibalik itu ada pula warga Amerika yang justru menentang penjajahan atas negeri lain. Sekitar 15 tahun yang lalu, 16 Maret 2003, dunia mengenangnya sebagai pejuang kemanusiaan. Dialah Rachel Alience Corrie yang meninggal dunia akibat dibuldoser oleh tentara Israel. Ketika itu, ia tengah menghalangi penggusuran rumah-rumah penduduk Palestina di Rafah Selatan Jalur Gaza.
Tahun lalu, saat Masjid Al-Aqsa ditutup oleh Israel, bukan hanya mengundang kemarahan umat Islam, tapi juga umat Kristen. Mereka melakukan demonstrasi memprotes perlakuan semena-mena Israel terhadap Masjid Al-Aqsa di Yerusalem dan warga Palestina.
Fitrah manusia itu sebenarnya menginginkan kehidupan yang damai dan tenteram. Namun dunia yang hari ini kita saksikan justru mendatangkan kegelisahan dan teror, bukan hanya bagi muslim tapi juga non-muslim. Sistem dunia hari ini berjalan di atas prinsip hutan rimba, dimana yang kuat menerkam yang lemah. Di dunia muslim sendiri, kita saksikan bagaimana negeri-negeri kaum muslimin di jajah secara fisik dan di jarah secara ekonomi oleh negara-negara super power, sementara penguasa-penguasa di negeri muslim tak lebih dari sekedar boneka penghias yang menghadiri perundingan-perundingan. Di dunia barat yang bersandar pada ekonomi kapitalis yang materialistik ini begitu rapuh, jelas saja sebab dibangun atas dasar nafsu dan keserakahan manusia yang pada akhirnya hanya menguntungkan kelompok tertentu, yang dalam Occupy Wall Street disebut masyarakat 1% dunia. Meningkatnya jumlah populasi homeless, angka kriminalitas yang tinggi, hingga bunuh diri adalah segelintir akibat dari penerapan sistem sekuler-kapitalisme. Inilah teror dunia yang sesungguhnya, yang menyebabkan ketidakdamaian dan penderitaan. Karenanya, dunia mungkin perlu berbenah kembali mencari sistem kehidupan yang benar-benar memanusiakan manusia dan membawa kedamaian. [Ashwa Rin]


Hari Menghukum Muslim ?


Beberapa minggu lalu, Inggris dihebohkan dengan beredarnya surat “PUNISH A MUSLIM DAY” yang isinya merupakan ajakan untuk menyakiti kaum muslim pada tanggal 3 April 2018, ya itu bertepatan dengan hari ini. Surat itu juga berisi reward yang diperoleh berdasarkan aksi yang dilakukan, yaitu 10 poin jika menghina seorang muslim secara lisan, 25 poin jika menarik kerudung seorang muslimah, melemparkan asam di wajah seorang muslim, 100 poin jika memukul muslim, 250 poin jika menyiksa muslim dengan listrik, menguliti, dengan alat penyiksa, 500 poin jika membunuh muslim dengan senjata, pisau, dan 1000 poin jika membakar atau mengebom mesjid.

Dalam surat itu diserukan bahwa agar Eropa dan AS jangan mau dipecundangi oleh kaum muslimin yang sudah membuat mereka menderita, ingin mengambil kekuasaan dan mengubah demokrasi menjadi syariah.

Kejadian ini setidaknya mengindikasikan bahwa term ‘Syariah’ sudah menjadi topik yang mendunia. Sebagaimana di perkirakan oleh banyak peneliti, pakar sejarah, dan intelijen barat, tentang kebangkitan kekuatan Islam di masa depan. National Intelligence’s Council’s (NIC) pernah merilis sebuah laporan yang judulnya “Mapping the Global Future” pada tahun 2004 yang salah satu poinnya tentang prediksi empat skenario besar dunia ditahun 2020, yaitu bangkitnya New Caliphate, Kekhilafahan baru. The Daily Caller Video juga pernah menampilkan siaran Fox News dengan tema ‘Khilafah baru Islam?’, sang pembawa acara, Glenn Beck, memaparkan prediksi munculnya Khilafah Islamiyah yang luasnya membentang dari Indonesia hingga Inggris.

Bangkitnya kekuatan Islam kembali tentu mengkhawatirkan bagi peradaan barat yang saat ini memimpin dunia. Kekhawatiran ini pernah diungkapkan Bush dalam pidatonya pada konvensi tentara Amerika ke-89, Agustus 2007, tentang tegaknya Khilafah. Kekhawatiran bangkitnya kekuatan Islam tentu beralasan bagi negara-negara imperialis sebab jika umat Islam diseluruh penjuru dunia bangkit maka siap-siap saja peradaban kapitalisme yang susah payah mereka bangun hari ini yang mereka gunakan untuk mengeksploitasi negeri-negeri muslim akan jatuh dari kancah peradaban dunia. Di tambah lagi masyarakat dunia mulai menyadari bobroknya sistem kapitalisme yang tampak dari berbagai gerakan protes terhadap sistem ini.

Maka tidak heran, berbagai upaya dilakukan negara-negara imperialis untuk menyelamatkan hegemoni mereka atas dunia, termasuk meredam kekuatan Islam melalui kampanye-kampanye negatif terhadap penerapan syariat Islam. Proyek-proyek monsterisasi Syariah dan Khilafah terus mereka jalankan. Mereka membuat ISIS demi membangun opini di masyarakat dunia bahwa Khilafah merupakan model negara yang menyebarkan teror, konflik, dan permusuhan. Hingga karena opini buruk itu, pernah seseorang berkata, ‘Jika ini (syariah) dibiarkan, maka kondisi Indonesia bisa seperti Suriah’. Di Indonesia pun sama, usaha monsterisasi juga terus dilakukan, term ‘Syariah dan Khilafah’ bahkan dibahas hingga ke persidangan yang berjilid-jilid, entah sudah episode ke berapa.

‘Punish a Muslim Day’ ini pun hanya merupakan hasil dari stigmatisasi buruk terhadap Islam dan syariah. Orang-orang yang menginisiasinya mungkin saja adalah orang-orang yang termakan propaganda. Mereka mungkin tidak tahu, bahwa kaum muslimin telah menjadi korban tiap harinya. Mereka mungkin tidak tahu baru jumat lalu 16 pemuda Gaza mati ditembaki Israel dan ratusan lainnya terluka, mereka mungkin tidak tahu bagaimana penderitaan muslim Rohingnya yang terusir sendiri dari negerinya, mereka mungkin tidak tahu muslim Ghouta yan terbunuh oleh rezimnya sendiri, lalu walau semua itu terjadi, dunia tetap menyebut muslim itu teroris? Lucu bukan. Karena itulah ketidaktahuan itu berbahaya, bisa membuat salah paham, melakukan aksi-aksi yang tidak semestinya. Maka jika kita tidak tahu, sudah semestinya kita belajar, bukan menduga-duga apalagi berpuisi. Jika masyarakat dunia benar-benar memahami syariah dan sistem Islam, saya yakin mereka akan berbondong-bondong memperjuangkannya, tak peduli mereka muslim ataupun bukan. [Ashwa Rin]


Ekspresi Cinta Tanah Air


          Jauh dari negeri tercinta, tidak berarti buta dan tuli tentang berita-berita yang sedang terjadi disana. Dengan bantuan sosmed yang hari ini mampu menembus ruang dan waktu, maka dimanapun itu, selama internet masih bisa diakses maka informasi pun mudah untuk didapatkan. Miris, itulah yang penulis rasakan ketika melihat video-video yang beredar di sosmed tentang adanya sebagian kalangan kaum muslimin di Indonesia melakukan aksi-aksi yang tidak lagi sebagaimana mestinya. Ada jamaah umrah dari Indonesia yang ketika melakukan sai, justru mengumandangkan mars organisasinya, ada juga yang membaca pancasila, ada yang bernyanyi dan bergoyang di masjidil haram, dan beberapa aktivitas yang tidak semestinya di lakukan di tempat suci yang sebenarnya ditujukan untuk beribadah. Belum lama lagi, ada video tentang bacaan sholawat yang ditambah dengan kata merah putih dan pancasila.
          Cinta tanah air memang hal yang fitrah bagi manusia. Bagi seorang muslim, perkataan dan perbuatannya haruslah sejalan dengan apa yang ditetapkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Oleh karena itu, seorang muslim dalam mengekspresikan rasa cinta tanah airnya haruslah dengan cara yang benar pula. Cinta tanah air bukan hanya berarti rindu saat jauh selama rantauan, tapi esensinya adalah menginginkan negeri tercinta menjadi negeri yang diberkahi oleh Allah SWT. Cinta tanah air berarti menginginkan kebaikan untuk negeri ini. Sebagaimana Rasulullah saw yang mencintai Makkah dan menginginkan kebaikan untuk kota itu. Beliau menginginkan agar cahaya Islam terpancar pula dari kota Makkah dan penduduknya menjadi orang-orang yang beriman dan meninggalkan kebiasaan jahiliyah sehingga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya.
          Mengekspresikan rasa cinta tanah air yang sesungguhnya justru mesti dilakukan dengan sikap dan aksi nyata, bukan dengan slogan ataupun nyanyian semata, apalagi jika sampai menyisipkannya ke dalam aktivitas ibadah. Rasa cinta tanah air diwujudkan salah satunya dengan sikap melawan kolonialisme sebagaimana para pahlawan kemerdekaan mengusir para penjajah. Mencintai tanah air tidak semestinya diekspresikan dengan memusuhi kelompok lainnya yang sedang menawarkan solusi atas permasalahan yang dihadapi negeri ini, hanya karena tidak setuju dengan kelompok itu ataupun solusi yang ditawarkannya. Mencintai negeri ini semestinya diekspresikan dengan berusaha mengawal penguasa untuk selalu berada di jalan yang benar yang diridhoi oleh Allah SWT, bukan yang selalu membenarkan apa yang dilakukan penguasa. Bahkan sahabat yang baik pun bukanlah yang selalu setuju dan bahagia atas setiap pilihan yang sahabatnya buat, tapi yang memberikan kritik dan sedih jika pilihan yang dilakukan sahabatnya itu tidak tepat dan bahkan bisa jadi membawa kemudharatan.
          Mencintai negeri ini tidak seharusnya diekspresikan dengan membenci kritikan dan muhasabah/evaluasi yang dilakukan oleh masyarakat. Jika begitu, bagaimana sebuah negeri akan bangkit dan maju ketika menutup pintu diskusi atas solusi-solusi yang ditawarkan. Sebagian orang berpendapat bahwa kritikan kepada penguasa dan kebijakan-kebijakannya adalah bagian dari sikap tidak patuh, tidak pancasila, bahkan yang lebih miris, ada yang menggambarkannya sebagai pemberontakan atau usaha untuk menggulingkan penguasa, tetapi pernahkah terpikir bahwa kritikan itu justru adalah ekspresi cinta tanah air? Ya, itu merupakan ekspresi cinta tanah air, saat tidak rela rakyat hidup dalam kemiskinan dan penderitaan akibat kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan, tidak rela jika kekayaan alam negeri ini yang harusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat tapi justru dieksploitasi oleh segelintir kapitalis dan perusahaan-perusahaan asing, tidak rela jika negeri ini tidak dapat berdaulat sepenuhnya akibat jerat-jerat utang, tidak rela jika negeri ini terus menerus bergantung pada asing.
          Disadari atau tidak, negeri ini sebenarnya berada dalam status darurat, baik itu darurat kemiskinan, darurat narkoba, darurat korupsi, darurat kriminalitas, darurat seks bebas, darurat moral, darurat utang, dan masih banyak darurat-darurat lainnya. Berusaha membungkam kritikan, memusuhi sebuah kelompok karena kritikan yang dilakukannya, tidak membuka peluang diskusi untuk solusi-solusi permasalahan bangsa dan penghakiman sepihak, bukanlah hal yang harusnya dilakukan apalagi dengan dalih pancasila dan NKRI. Tugas kita dalam mengekspresikan cinta tanah air yaitu dengan menjadi anak bangsa yang kritis, peduli urusan rakyat, dan terus berbuat dan berkarya untuk negeri ini demi mewujudkan negeri yang dirahmati oleh Allah SWT.
Ashwa Rin
(published on Tribun Timur hal. 29 edisi Kamis, 15 Maret 2018)