Rabu, 30 Mei 2012

Menyoal Penurunan Peringkat Utang Indonesia oleh Standar&Poor’s



S&P menganggap bahwa Indonesia telah gagal. Sebenarnya, memang Indonesia adalah negara yang gagal karena memakai sistem Kapitalisme sebagai sistemnya. Namun, berbeda dengan S&P yang menganggap Indonesia sebagai negara gagal bukan karena memakai sistem kapitalisme tetapi karena menganggap Indonesia kurang liberal. Terbukti dalam  pernyataan agensinya dalam redaksi ‘the jakarta globe’ pada 23 April lalu,
 “The abandonment of a planned electricity tariff  rise, the inability to implement fuel subsidy cuts despite rising oil prices, and a host of proposed or actual policy measures in industry and trade, point to rising policy uncertainty,”
Yang intinya bahwa tidak naiknya tarif listrik dan gagalnya menaikkan harga BBM adalah bukti gagalnya negara Indonesia. Alasannya karena dengan menunda kenaikan BBM bisa mengancam arus masuk investasi asing dan domestik.
Dari pernyataan S&P , jelas bahwa pembatasan subsidi BBM hanyalah untuk mendukung kepentingan asing. Pemerintah  pun mengeluarkan alasan-alasan spekulatif untuk menggolkan kebijakan pembatasan subsidi BBM yang justru akan menyengsarakan rakyat.
Kalau kita mau sedikit saja berpikir, Mengapa harga BBM harus dinaikkan? Benarkah  karena subsidi BBM membebani APBN? Atau karena  produksi minyak Indonesia terus mengalami penurunan? ataukah subsidi BBM tidak tepat sasaran? Sebenarnya pun sudah keliatan jelas bahwa kenaikan BBM tidak ada sangkut pautnya dengan alasan-alasan tersebut.. Mau bukti?
Kalau dikatakan subsidi BBM membebani APBN, sebenarnya lebih membebani yang mana? Subsidi BBM ataukah belanja birokrasi? Lihat saja pemborosan yang dilakukan birokrasi, misalnya saja,  renovasi gedung, kunjungan (plesiran), pembelian mobil buat para pejabat, yang menghabiskan ratusan trilyun per tahunnya. Lebih membebani yang mana sih, subsidi BBM ataukah beban pembayaran utang yang tak kunjung ada habisnya?
Kalau dikatakan produksi BBM Indonesia rendah? Itu lebih mengada-ngada lagi.. Untuk apa perusahaan asing ramai-ramai datang ke Indonesia kalau bukan  Indonesia punya potensi BBM yang sangat besar..
Kalau dikatakan bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran, itu juga bohong.  Menurut data pemerintah melalui Susenas  BPS tahun 2010 menyebutkan: 65% BBM bersubsidi dikonsumsi kalangan bawah, 27% untuk kalangan menengah, 6% kalangan menengah atas dan 2% kalangan kaya. Walhasil, BBM bersubsidi lebih banyak dikonsumsi oleh kalangan bawah, sehingga bohong kalau dikatakan tidak tepat sasaran.
Jadi, kenapa dong pemerintah mencak-mencak ingin menaikkan harga BBM? Saking ngototnya, mereka berusaha sekuat tenaga mengademkan masyarakat dengan memberikan BLSM sebesar 25 trilyun. Dengan mengetahui siapa yang paling diuntungkan jika harga BBM dinaikkan, tentu akan  lebih mudah menjawabnya. Melihat S&P sampai-sampai menurunkan peringkat utang Indonesia lantaran gagalnya pemerintah Indonesia menaikkan harga BBM, terlihat jelas bahwa kenaikan BBM ditujukan untuk kepentingan asing. Karena jika harga BBM di Indonesia masih terus berada di bawah  harga internasional, tentu akan sulit bagi perusahaan-perusahaan asing untuk menjajakan minyak mereka di dalam negeri karena harga minyak mereka yang mahal. Para  kapitalis itu pun akan  kesulitan mendapatkan keuntungan yang banyak dari berdagang minyak di Indonesia.
Sehingga, alasan yang paling masuk akal dari pembatasan subsidi BBM yaitu untuk menyempurnakan  the hidden planning. The hidden planning alias agenda tersembunyi dari para kapitalis asing tersebut yaitu untuk menyempurnakan target kebijakan ekonomi kapitalis dengan mencabut seluruh subsidi bagi rakyat.
Parahnya lagi, pemerintahlah yang menjadi agen-agen para kapitalis untuk melancarkan the hidden planningnya. Dengan menggolkan UU Migas,  serta membuat kebijakan pembatasan subsidi BBM, pemerintah  telah  membuka pintu-pintu kesengsaraan untuk rakyatnya.  Inilah bentuk penghambaan pemerintah terhadap kepentingan asing. Mereka bagaikan  lembu yang dicocok hidungnya. Mengikuti perintah para kapitalis asing walaupun harus menumpahkan darah  rakyatnya.
‘Gak ada yang gratis di dunia ini’, setidaknya begitulah pepatah dalam kapitalisme. Para investor telah memberikan  investasi yang besar, dengan memberikan ‘modal’ untuk kampanye, membesarkan partai, dan money politik dalam pemilu. Dan itu semua tidak gratis, para penguasa yang telah berhasil menduduki kursi-kursi jabatan di pemerintahan  harus membayarnya kembali. Kebijakan-kebijakan yang pro kapitalis pun digencarkan. Para agen-agen  kapitalis yaitu para penguasa yang makan uang para kapitalis diberi tugas membangun ekonomi yang liberal, tak ada lagi subsidi buat rakyat. Sehingga para kapitalis semakin gendut/makmur, dan rakyat semakin kering kerontang/ miskin lantaran kebijakan-kebijakan yang sangat membebani rakyat.
Lupakah mereka akan ancaman Allah dan Rasul-Nya, “Barangsiapa yang menyempitkan (urusan orang lain), niscaya Allah akan menyempitkan urusannya kelak pada Hari Kiamat.” (HR al-Bukhari). Lupakah mereka akan doa yang dipanjatkan khusus oleh Rasulullah Saw,“Ya Allah, siapa memiliki hak mengatur suatu urusan umatku, lalu ia menyempitkan mereka, maka sempitkanlah dirinya..” (HR Ahmad dan Muslim)
Selain itu, penurunan peringkat utang Indonesia ini oleh S&P juga menjadi kekhawatiran bagi pemerintah. Karena itu artinya kemampuan membayar utang Indonesia dianggap menurun. Ketakutan pemerintah yaitu khawatir jika tidak mendapatkan pinjaman lagi dari para investor (baik bank maupun pemilik modal).
Seperti inilah dalam sistem kapitalis, negara-negara dunia ketiga, selalu berharap dari utang/pinjaman dengan bunga yang selalu menghiasinya. Entah karena hobby, kebiasaan, atau apa. Sepertinya adalah suatu kebanggaan yang teramat sangat jika mendapatkan pinjaman dari bank maupun dari para pemilik modal. Walaupun seharusnya tidak ada kepentingan yang mendesak untuk berutang, tapi Indonesia tak pernah ketinggalan untuk urusan berutang kepada pihak asing.  Pinjaman dengan bunga yang berkali-kali lipat. Padahal utang-utang itu sejatinya hanyalah menyengsarakan rakyat sebab bunganya yang  tinggi. Sampai-sampai bayi yang baru lahirpun terbebani utang.
Dari semua fakta-fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem kapitalisme sejatinya tak akan mampu mensejahterakan rakyat. Bahkan jika kapitalisme terus dipertahankan, bisa dipastikan 10 tahun mendatang tidak ada lagi orang miskin. Bukan karena orang miskin semuanya jadi kaya, namun karena orang miskin pada mati. Penghidupan yang semakin disempitkan oleh para penguasa, membuat rakyat tak mampu lagi hidup.
Rakyat dalam kehidupan ini, bagaikan hidup di habitat yang asing. Bagaikan ikan yang sedang tidak berada di habitatnya, air. Ikan yang tidak berada di air akan meronta-ronta. Seperti pula manusia jika tidak berada dihabitatnya akan sengsara. Bahkan mati.  Dimanakah  habitat manusia sejatinya? Tahukah  kamu bahwa pencipta manusia yaitu Allah SWT telah menciptakan habitat bagi manusia yaitu Sistem Islam. Sehingga, manusia tidak akan sejahtera tanpa berada dibawah naungan sistem Islam yaitu Daulah Khilafah Rasyidah. Seperti Ikan  yang tak akan hidup jika tidak berada di air.
Kondisi inilah yang terjadi, manusia dalam cengkraman kapitalisme, yang prinsip dasarnya bahwa apapun bisa dimiliki oleh individu atau swasta/asing, sementara negara tidak boleh ikut campur tangan dalam perekonomian. Walhasil, kekayaan alam pun dikuasai asing. Dan untuk pendanaan, pemerintah memungut pajak dari rakyat dan juga mengambil pinjaman ribawi. Karena negara tidak ikut campur dalam perekonomian maka subsidi pun harus dikurangi atau jika memungkinkan dihapus sama sekali. Lain halnya dengan Islam, dengan menerapkan sistem ekonomi Islam yang benar, yaitu jika semua kepemilikan umum dikuasai dan dikelola oleh negara, Baitul Maal dari Daulah Khilafah akan menghasilkan dana yang sangat besar. Dana itu lalu dipergunakan untuk investasi di dalam negara, pembangunan  layanan publik, yaitu pendidikan, kesehatan, dan  infrastruktur (jalan, jembatan, listrik, air, dll). Juga digunakan untuk membiayai industri dan juga memberikan kredit bebas bunga untuk menggerakkan roda perekonomian rakyat serta membantu rakyat yang memerlukan.
Daulah Khilafah akan menolak dengan keras utang atau pinjaman-pinjaman yang mengandung riba. Sebab, hutang-hutang seperti itu telah jelas keharamannya. Sebagaimana firman Allah:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ 

Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah Menghalalkan jual beli dan Mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhan-nya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.[QS. Al-Baqarah [2]:275]
 Sehingga penerapan Islam di dalam kehidupan akan memberikan kesejahteraan bagi rakyat dalam naungan Daulah Khilafah. Sebagaimana firman-Nya:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُو -٩٦- 

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan Melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami Siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. [QS al-A’raf [7]:96]
 
 Wallaah a’lam bi ash-shawaab [Ashwa Rin]