Jumat, 27 Oktober 2017

Part 3 Menjalankan


Udara yang semakin dingin, hujan, dan berangin pula, kadang bikin malas kemana-mana, selain ngampus. Weekend yang paling kunantikan, soalnya bisa nulis kayak gini, yey off dulu lah dari setumpuk pr yang menanti. Sayangnya selain ngampus dan ngurusin administrasi ini itu, aku belum mengeksplore kota ini, so belum banyak yang bisa aku ceritakan tentang sejarah kota.

Aku masuk ke ruangan 206, duduk manis di meja paling depan, seorang dosen masuk dan mengatakan ‘I think it’s the first time I see you’ sambil menatap ke arahku, karena heran kok dosennya berubah ‘ya me too. What class is this?’, ‘it is Complex Analysis Class’, katanya. Omo, aku salah kelas ternyata. Langsung ngecek jadwal di hp, and taraa, aku salah, jam kuliahnya pukul 8, dan sekarang pukul 10. Yah, aku melewatkan kelasnya T_T karena kurang memperhatikan jadwalnya.

Sebelum pulang, aku mampir dulu di toko swalayan terdekat untuk mengisi persediaan di kulkas, itung-itung buat menghibur diri juga karena gagal hadir di perkuliahan. Pas keluar swalayan, seseorang dengan kamera besar di bahunya mengarahkan kameranya tanpa henti ke arahku yang sedang menenteng belanjaan. Aku kaget jadinya, karena aku bukan artis bukan pula narapidana jadi ngapain disorot-sorot kamera. Seorang pemuda lainnya menghampiriku dan berbicara bahasa Magyar. Hehe I dunno anything what he’s saying. Setelah kukatakan aku tak bisa bahasanya, akhirnya ia berbahasa inggris kepadaku. Ia meminta izin untuk wawancara. Oh, I know sekarang, mereka ini reporter. Dengan polosnya, aku menyetujui wawancaranya dengan segudang pemikiran positif.

Pertanyaannya tidak jauh-jauh seputar Hungary dan Budapest, seperti ‘bagaimana menurut Anda tentang Hungary?’, ‘menurut Anda, kota Budapest itu kota yang seperti apa?’ Lalu pertanyaannya mengarah pada agama. Tadinya kupikir ini untuk siaran travelling atau pariwisata, tapi pada akhirnya aku tidak tahu ini acara apa sebenarnya. Untuk menjaga sopan santun, aku jawab semua pertanyaan apa adanya. Saat reporter itu bertanya apa aku muslim, aku bilang dengan bangganya, iya aku muslim. ‘Bagaimana Anda menjalankan agama Anda disini? Apa Anda mengalami kesulitan?.’ Aku bilang ‘tidak kok. Aku tetap bisa menjalankan sholat dan berhijab (ibadah mahdoh). Walau kadang aku sering mendapat perhatian lebih dari orang-orang, mungkin karena aku terlihat berbeda dengan hijab ini‘ (pede kali ya, padahal bisa jadi orang-orang heran, ini cewek pesek amat yah :D ). Wawancaranya berlangsung singkat, sesingkat menggosok gigi kita. Hehe. Di tengah antrian registrasi internet, aku menceritakan pengalamanku pada seorang teman. Teman lainnya nyeletuk, ‘jika itu aku, aku memilih untuk tidak wawancara. Kau tidak pernah tahu, videomu akan dikemas seperti apa. Apakah hal yang baik atau justu malah merugikanmu’. Wah, mendengar itu aku jadi gugup. Aku tahu seringkali media menyajikan dan mengemas berita seenak mereka, sesuai kepentingannya. Tapi aku hanya berharap kali ini tidak, biarlah seperti acara TV Jepang yang pernah kutonton yang membahas Muslim dan Islam secara objektif. Pliz. Aku cuma berharap bisa campaign Islam.

Soal menjalankan agama, di negeri asalku yang mayoritas islam saja, Islam tidak dijalankan secara sempurna. Ketika aku mengatakan ‘bisa menjalankan agamaku’, ini hanya pada syariat yang termasuk hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Perkara ibadah mahdah mungkin bisa dijalankan masing-masing individu. Tapi menjalankan syariat yang termasuk hubungan manusia dengan manusia lainnya, butuh peran negara. Sebagaimana halnya yang dikatakan Imam Al-Ghazali “Agama dan kekuasaan adalah seperti dua orang saudara kembar, keduanya tidak bisa dipisahkan. Jika salah satu tidak ada, maka yang lain tidak akan berdiri secara sempurna. Agama adalah pondasi sementara kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu tanpa adanya pondasi akan rusak dan jika tidak dijaga, ia akan hilang”. Bagaimana mungkin menjalankan syariat Islam tentang qishas, uqubat, sanksi tanpa adanya peran negara yang menerapkannya? Bagaimana mungkin menjalankan syariat Islam tentang sistem perekonomian yang menjauhkan penjajahan ekonomi oleh negara-negara besar atas negeri tercinta kita ini, menyejahterakan rakyat dengan aturan pengelolaan sumber daya alam yang benar, jika semua tanpa adanya negara yang menjalankannya? Semua itu tidak bisa dijalankan dengan kapasitas individu tapi negara.

Hari ini orang ribut masalah isu PKI bangkit lagi. Mungkin kita lupa atau tak tahu kalau Kapitalisme sama kejamnya dengan Komunisme. Hanya beda wajah, tapi keduanya sama-sama menghancurkan manusia. Komunisme tampil dengan wajah kejamnya, yang membuat trauma mendalam bagi yang pernah merasakannya. Sedang Kapitalisme tampil dengan wajah ramahnya, mengiming-imingi manusia dengan kesejahteraan yang fana, bagai melihat oase di padang pasir yang gersang. Bukan hanya memperjuangkan No Communism, tapi juga No Capitalism. Karena keduanya tidak layak dijadikan pegangan ideologi, Anda taukan harus memperjuangkan apa ?! [AshwaRin]






Part 2 Autumn Moments


Budapest, kota antik, cantik, dan memesona siapa saja yang berkunjung ke kota ini. Bangunan-bangunan tua dari beabad-abad silam yang masih kokoh berdiri hingga sekarang memanjakan mata selama perjalanan ke kampus dari Kerekes hingga ke Bethlen Gabor. Cuaca autumn yang kadang cerah, berawan, ataupun hujan turut menemani hari-hariku di Budapest.

Bagi manusia dari daratan tropis sepertiku, terlebih lagi hidup dan tumbuh di dataran rendah, suhu <=24 derajat sudah termasuk dingin bagiku (btw aku bukan penggemar pendingin ruangan). Saking seringnya aku berkata ‘dingin banget ya’, roommateku mengatakan padaku ‘jika suhu seperti ini kamu sebut dingin, saya tidak bisa membayangkan bagaimana kamu akan hidup saat winter nanti’. Ah ya.

Meski saat ini musim gugur, berharap semangat itu tak pernah luntur. Ya muqallibal qulubi tsabbit qalbi ala dinika. Bagi muslimah hidup di negeri minoritas punya tantangan tersendiri, terutama hijab mereka.

Berhijab bukan hal yang biasa di Budapest, jadi sebenarnya wajar saja jika orang-orang disekitar terpana ketika melihat seseorang berhijab, terlebih saat summer. Salah seorang muslimah menceritakan kisahnya bahwa ia merasa risih karena semua orang menatap ke arahnya kemanapun dia pergi. Pada hari berikutnya, ia menanggalkan hijabnya, tapi yang terjadi malah bukan hanya tatapan yang didapatnya tapi juga godaan dan rayuan. Akhirnya, ia mengenakannya kembali.

Seorang muslimah yang lain bercerita bagaimana sekelompok pemuda mengejeknya, dengan berkata ‘boom..boom’ (dengan gerakan tangan mengilustrasikan ledakan), yah bisa ditebak kan maksudnya apa. (Btw, kenapa kaum muslim yang selalu jadi korban pembunuhan massal, tapi kaum muslim juga yang selalu tertuduh teroris ? aneh kan)
Setiap muslimah punya kisahnya masing-masing tentang hijab mereka.  Kalau aku sejauh ini everything is amazing. Selalu positive thinking saja ketika orang-orang menatap, bisa jadi mereka lagi terpukau. Suatu hari, seorang cewek amerika menatapku terus-terusan, ketika kami berpapasan dia mengatakan sambil tersenyum ‘you know, your style is really great. I like your dress’. Kemudian di lain waktu, aku sedang mengantri untuk urusan administrasi akomodasi, selama mengantri, aku berbincang-bincang dengan cewek rusia, dia bertanya apa yang aku pake di atas kepalaku itu dan atas alasan apa aku memakainya, apa karena alasan agama dll. Setelah itu, dia mengatakan ‘Your scarf is really good. The shade is good and it looks fashionable’.

Di atas tram, seorang ibu-ibu mengajakku berbincang-bincang. Aku sebenarnya tidak paham ibu itu bicara apa karena ia berbicara dalam bahasa Magyar/Hungary. Sudah kukatakan ‘I don’t speak Magyar’, tapi ia tetap asyik melanjutkan ceritanya sambil menunjuk kerudungku dan kemudian memegang kepalanya. Dia berbicara dengan mimik wajah yang ceria, jadi kupikir dia pasti membicarakan hal yang baik. Aku hanya bisa manggut-manggut sambil ikut tertawa-tawa kecil.


Selama yang kita lakukan itu adalah karena Allah, menjauhi larangannya dan melaksanakan perintah-Nya, kenapa harus takut dengan apa kata manusia, kenapa harus khawatir dengan pandangan orang-orang, bukankah yang menilai menilai perbuatan seorang hamba itu adalah Khaliqnya ? Semoga kita semua tetap dijaga keistiqomahannya dalam din ini. Jika ada suatu waktu autumn melanda hati kita, jawab kembali pertanyaan-pertanyaan ini, darimana kita berasal ?, untuk apa kita hidup ?, dan akan kemana kita setelah mati ? [Ashwarin] 

Ashwa @Keleti

Part 1 Hungary


Genap seminggu sudah aku berada di kota cantik ini, tepatnya di jantung Eropa, Budapest, Hungary. Budapest sebenarnya kota yang namanya kurang popular di kalangan masyarakat Indonesia. Tiap menyebut bahwa aku akan melanjutkan studi di kota ini, ramai orang bertanya dimanakah Budapest itu, atau dimanakah Hongaria itu, benua apa, dan lain-lain. Tak jarang ada yang berpikir lokasinya berada di benua Afrika. lol

Hungary adalah salah satu anggota uni eropa yang berada tepat di jantung Eropa dan berbatasan dengan 7 negara sekaligus, Slovakia, Romania, Serbia, Kroasia, Slovenia, Austria, dan Ukraina. Sedangkan, Budapest adalah ibu kotanya. Disinilah Insya Allah aku akan menimba ilmu selama dua tahun ke depan, di kota yang kaya akan sejarah.

Dahulu kala, kerajaan Hungary mulai terbentuk pada abad ke-9 setelah pendudukan bangsa Celtic, Hun, Slavia, Gepid, Avar, dan Roman, lalu menjadi kerajaan Kristen yang bertahan selama 946 tahun dan menjadi pusat kebudayaan dunia barat. Wilayah hungary menjadi bagian dari wilayah kekhilafahan (Ottoman) melalui futuhat yang dikenal dengan Perang Mohacs. Setelah itu wilayah hungary direbut kekaisaran Habsburg, dan kemudian membentuk kekaisaran Austo-Hungaria.


Tinggal di kota Budapest, kota yang klasik dengan gaya bangunannya yang cantik peninggalan masa lalu baik peninggalan kerajaan Hungary maupun peninggalan kekhilafahan Islam, menjadi pengalaman unik tersendiri. Walau pernah menjadi bagian dari kekhilafahan, Islam justru terasa asing disini. Saat ini, muslim di Hungary hanya berkisar kurang dari 1%, dan menjadi muslim di sini merupakan tantangan tersendiri, aku tahu tantangan dan kesulitannya mungkin tak seperti yang dialami saudara-saudara seakidah di Rohingnya, ah perbedaannya terlampau jauh malah. Aku hanya berharap, muslim dimanapun dia berada, semoga tetap istiqomah menjaga akidahnya, walau terkadang nyawa harus jadi taruhannya. [ashwarin]