S&P
menganggap bahwa Indonesia telah gagal. Sebenarnya, memang Indonesia adalah
negara yang gagal karena memakai sistem Kapitalisme sebagai sistemnya. Namun,
berbeda dengan S&P yang menganggap Indonesia sebagai negara gagal bukan
karena memakai sistem kapitalisme tetapi karena menganggap Indonesia kurang
liberal. Terbukti dalam pernyataan
agensinya dalam redaksi ‘the jakarta globe’ pada 23 April lalu,
“The abandonment of a planned electricity
tariff rise, the inability to implement
fuel subsidy cuts despite rising oil prices, and a host of proposed or actual
policy measures in industry and trade, point to rising policy uncertainty,”
Yang
intinya bahwa tidak naiknya tarif listrik dan gagalnya menaikkan harga BBM
adalah bukti gagalnya negara Indonesia. Alasannya karena dengan menunda
kenaikan BBM bisa mengancam arus masuk investasi asing dan domestik.
Dari
pernyataan S&P , jelas bahwa pembatasan subsidi BBM hanyalah untuk
mendukung kepentingan asing. Pemerintah
pun mengeluarkan alasan-alasan spekulatif untuk menggolkan kebijakan
pembatasan subsidi BBM yang justru akan menyengsarakan rakyat.
Kalau
kita mau sedikit saja berpikir, Mengapa harga BBM harus dinaikkan?
Benarkah karena subsidi BBM membebani
APBN? Atau karena produksi minyak
Indonesia terus mengalami penurunan? ataukah subsidi BBM tidak tepat sasaran? Sebenarnya
pun sudah keliatan jelas bahwa kenaikan BBM tidak ada sangkut pautnya dengan
alasan-alasan tersebut.. Mau bukti?
Kalau
dikatakan subsidi BBM membebani APBN, sebenarnya lebih membebani yang mana?
Subsidi BBM ataukah belanja birokrasi? Lihat saja pemborosan yang dilakukan
birokrasi, misalnya saja, renovasi
gedung, kunjungan (plesiran), pembelian mobil buat para pejabat, yang
menghabiskan ratusan trilyun per tahunnya. Lebih membebani yang mana sih,
subsidi BBM ataukah beban pembayaran utang yang tak kunjung ada habisnya?
Kalau
dikatakan produksi BBM Indonesia rendah? Itu lebih mengada-ngada lagi.. Untuk
apa perusahaan asing ramai-ramai datang ke Indonesia kalau bukan Indonesia punya potensi BBM yang sangat
besar..
Kalau
dikatakan bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran, itu juga bohong. Menurut data pemerintah melalui Susenas BPS tahun 2010 menyebutkan: 65% BBM
bersubsidi dikonsumsi kalangan bawah, 27% untuk kalangan menengah, 6% kalangan
menengah atas dan 2% kalangan kaya. Walhasil, BBM bersubsidi lebih banyak
dikonsumsi oleh kalangan bawah, sehingga bohong kalau dikatakan tidak tepat sasaran.
Jadi,
kenapa dong pemerintah mencak-mencak ingin menaikkan harga BBM? Saking
ngototnya, mereka berusaha sekuat tenaga mengademkan masyarakat dengan
memberikan BLSM sebesar 25 trilyun. Dengan mengetahui siapa yang paling
diuntungkan jika harga BBM dinaikkan, tentu akan lebih mudah menjawabnya. Melihat S&P
sampai-sampai menurunkan peringkat utang Indonesia lantaran gagalnya pemerintah
Indonesia menaikkan harga BBM, terlihat jelas bahwa kenaikan BBM ditujukan untuk
kepentingan asing. Karena jika harga BBM di Indonesia masih terus berada di
bawah harga internasional, tentu akan
sulit bagi perusahaan-perusahaan asing untuk menjajakan minyak mereka di dalam
negeri karena harga minyak mereka yang mahal. Para kapitalis itu pun akan kesulitan mendapatkan keuntungan yang banyak
dari berdagang minyak di Indonesia.
Sehingga,
alasan yang paling masuk akal dari pembatasan subsidi BBM yaitu untuk
menyempurnakan the hidden planning. The
hidden planning alias agenda tersembunyi dari para kapitalis asing tersebut yaitu
untuk menyempurnakan target kebijakan ekonomi kapitalis dengan mencabut seluruh
subsidi bagi rakyat.
Parahnya
lagi, pemerintahlah yang menjadi agen-agen para kapitalis untuk melancarkan the
hidden planningnya. Dengan menggolkan UU Migas,
serta membuat kebijakan pembatasan subsidi BBM, pemerintah telah
membuka pintu-pintu kesengsaraan untuk rakyatnya. Inilah bentuk penghambaan pemerintah terhadap
kepentingan asing. Mereka bagaikan lembu
yang dicocok hidungnya. Mengikuti perintah para kapitalis asing walaupun harus
menumpahkan darah rakyatnya.
‘Gak
ada yang gratis di dunia ini’, setidaknya begitulah pepatah dalam kapitalisme.
Para investor telah memberikan investasi
yang besar, dengan memberikan ‘modal’ untuk kampanye, membesarkan partai, dan
money politik dalam pemilu. Dan itu semua tidak gratis, para penguasa yang
telah berhasil menduduki kursi-kursi jabatan di pemerintahan harus membayarnya kembali.
Kebijakan-kebijakan yang pro kapitalis pun digencarkan. Para agen-agen kapitalis yaitu para penguasa yang makan uang
para kapitalis diberi tugas membangun ekonomi yang liberal, tak ada lagi
subsidi buat rakyat. Sehingga para kapitalis semakin gendut/makmur, dan rakyat
semakin kering kerontang/ miskin lantaran kebijakan-kebijakan yang sangat
membebani rakyat.
Lupakah mereka akan
ancaman Allah dan Rasul-Nya, “Barangsiapa yang menyempitkan (urusan orang
lain), niscaya Allah akan menyempitkan urusannya kelak pada Hari Kiamat.” (HR
al-Bukhari). Lupakah mereka akan doa yang dipanjatkan khusus oleh Rasulullah
Saw,“Ya Allah, siapa memiliki hak mengatur suatu urusan umatku, lalu ia
menyempitkan mereka, maka sempitkanlah dirinya..” (HR Ahmad dan Muslim)
Selain
itu, penurunan peringkat utang Indonesia ini oleh S&P juga menjadi
kekhawatiran bagi pemerintah. Karena itu artinya kemampuan membayar utang
Indonesia dianggap menurun. Ketakutan pemerintah yaitu khawatir jika tidak
mendapatkan pinjaman lagi dari para investor (baik bank maupun pemilik modal).
Seperti
inilah dalam sistem kapitalis, negara-negara dunia ketiga, selalu berharap dari
utang/pinjaman dengan bunga yang selalu menghiasinya. Entah karena hobby,
kebiasaan, atau apa. Sepertinya adalah suatu kebanggaan yang teramat sangat
jika mendapatkan pinjaman dari bank maupun dari para pemilik modal. Walaupun
seharusnya tidak ada kepentingan yang mendesak untuk berutang, tapi Indonesia
tak pernah ketinggalan untuk urusan berutang kepada pihak asing. Pinjaman dengan bunga yang berkali-kali
lipat. Padahal utang-utang itu sejatinya hanyalah menyengsarakan rakyat sebab
bunganya yang tinggi. Sampai-sampai bayi
yang baru lahirpun terbebani utang.
Dari
semua fakta-fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem kapitalisme
sejatinya tak akan mampu mensejahterakan rakyat. Bahkan jika kapitalisme terus
dipertahankan, bisa dipastikan 10 tahun mendatang tidak ada lagi orang miskin.
Bukan karena orang miskin semuanya jadi kaya, namun karena orang miskin pada
mati. Penghidupan yang semakin disempitkan oleh para penguasa, membuat rakyat
tak mampu lagi hidup.
Rakyat
dalam kehidupan ini, bagaikan hidup di habitat yang asing. Bagaikan ikan yang
sedang tidak berada di habitatnya, air. Ikan yang tidak berada di air akan
meronta-ronta. Seperti pula manusia jika tidak berada dihabitatnya akan
sengsara. Bahkan mati. Dimanakah habitat manusia sejatinya? Tahukah kamu bahwa pencipta manusia yaitu Allah SWT
telah menciptakan habitat bagi manusia yaitu Sistem Islam. Sehingga, manusia
tidak akan sejahtera tanpa berada dibawah naungan sistem Islam yaitu Daulah
Khilafah Rasyidah. Seperti Ikan yang tak
akan hidup jika tidak berada di air.
Kondisi
inilah yang terjadi, manusia dalam cengkraman kapitalisme, yang prinsip
dasarnya bahwa apapun bisa dimiliki oleh individu atau swasta/asing, sementara
negara tidak boleh ikut campur tangan dalam perekonomian. Walhasil, kekayaan
alam pun dikuasai asing. Dan untuk pendanaan, pemerintah memungut pajak dari
rakyat dan juga mengambil pinjaman ribawi. Karena negara tidak ikut campur
dalam perekonomian maka subsidi pun harus dikurangi atau jika memungkinkan dihapus
sama sekali. Lain halnya dengan Islam, dengan menerapkan sistem ekonomi Islam
yang benar, yaitu jika semua kepemilikan umum dikuasai dan dikelola oleh
negara, Baitul Maal dari Daulah Khilafah akan menghasilkan dana yang sangat
besar. Dana itu lalu dipergunakan untuk investasi di dalam negara,
pembangunan layanan publik, yaitu
pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur
(jalan, jembatan, listrik, air, dll). Juga digunakan untuk membiayai industri
dan juga memberikan kredit bebas bunga untuk menggerakkan roda perekonomian
rakyat serta membantu rakyat yang memerlukan.
Daulah
Khilafah akan menolak dengan keras utang atau pinjaman-pinjaman yang mengandung
riba. Sebab, hutang-hutang seperti itu telah jelas keharamannya. Sebagaimana
firman Allah:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah Menghalalkan jual beli dan Mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhan-nya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.[QS. Al-Baqarah [2]:275]
Sehingga penerapan Islam di dalam
kehidupan akan memberikan kesejahteraan bagi rakyat dalam naungan Daulah
Khilafah. Sebagaimana firman-Nya:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُو -٩٦-
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan Melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami Siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. [QS al-A’raf [7]:96]
Wallaah a’lam bi
ash-shawaab [Ashwa Rin]