Setelah
surat teror itu menyebar di kotak-kotak pos Inggris, kepolisian divisi
anti-teroris Inggris memang langsung
bergerak melacak siapa dalang dibaliknya. Walaupun kepolisian telah bertindak, namun tetap saja umat Muslim di Inggris merasa
khawatir. Hal menarik yang terjadi adalah sebuah poster ‘LOVE A MUSLIM DAY’
juga muncul yang isinya adalah ajakan untuk melakukan hal-hal yang baik kepada
para muslim pada hari yang sama seperti yang tertera pada surat sebelumnya, 3
April 2018. Diantara ajakan aksinya yaitu 10 poin saat memberikan senyum pada
muslim, 50 poin melemparkan bunga warna-warni pada muslim, dan 2500 poin untuk
membiayai haji keluarga muslim. Ini sebagai respon dari surat kaleng yang
membawa terror di masyarakat sekaligus mereduksi ketakutan yang ada.
Di
setiap masa, disetiap masyarakat, yang baik dan buruk itu pasti ada. Di
tengah-tengah Islamophobia yang melanda Inggris, banyak pula warga Inggris yang
turut menunjukkan solidaritasnya terhadap kaum muslim. Di Tyne and Wear
misalnya, masyarakatnya mengatakan ‘menebarkan cinta bukan kebencian, membangun
jembatan bukan dinding’. Orang-orang menunjukkan solidaritas mereka dalam
melawan rasisme dan Islamophobia. Mereka berdiri membentuk rantai solidaritas
yang membentang di sekitar Mesjid Pusat Newcastle.
Ini
setidaknya menunjukkan pada kita bahwa dunia ini tidaklah selalu berisi
orang-orang yang buruk, masih banyak manusia yang di dalam hatinya memiliki
kebaikan dan senantiasa ingin menebar kebaikan. Teringat kembali perjalanan
dakwah Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam di Mekkah yang dikisahkan dalam
sirah Nabawiyah. Kala itu dakwah di Mekkah menghadapi cobaan yang sulit,
terutama dari kaum Quraisy yang senantiasa ingin memadamkan cahaya Islam. Bani
Hasyim dan Bani Muthalib, kedua suku ini lah yang terus memberikan perlindungan
kepada Rasulullah, hingga kedua bani ini juga ikut mengalami pedihnya
pemboikotan yang dilakukan kaum Quraisy.
Kita
tahu bagaimana dukungan Amerika terhadap Israel yang terus menjajah Palestina,
tapi dibalik itu ada pula warga Amerika yang justru menentang penjajahan atas
negeri lain. Sekitar 15 tahun yang lalu, 16 Maret 2003, dunia mengenangnya
sebagai pejuang kemanusiaan. Dialah Rachel Alience Corrie yang meninggal dunia
akibat dibuldoser oleh tentara Israel. Ketika itu, ia tengah menghalangi
penggusuran rumah-rumah penduduk Palestina di Rafah Selatan Jalur Gaza.
Tahun
lalu, saat Masjid Al-Aqsa ditutup oleh Israel, bukan hanya mengundang kemarahan
umat Islam, tapi juga umat Kristen. Mereka melakukan demonstrasi memprotes
perlakuan semena-mena Israel terhadap Masjid Al-Aqsa di Yerusalem dan warga
Palestina.
Fitrah
manusia itu sebenarnya menginginkan kehidupan yang damai dan tenteram. Namun
dunia yang hari ini kita saksikan justru mendatangkan kegelisahan dan teror,
bukan hanya bagi muslim tapi juga non-muslim. Sistem dunia hari ini berjalan di
atas prinsip hutan rimba, dimana yang kuat menerkam yang lemah. Di dunia muslim
sendiri, kita saksikan bagaimana negeri-negeri kaum muslimin di jajah secara
fisik dan di jarah secara ekonomi oleh negara-negara super power, sementara
penguasa-penguasa di negeri muslim tak lebih dari sekedar boneka penghias yang
menghadiri perundingan-perundingan. Di dunia barat yang bersandar pada ekonomi
kapitalis yang materialistik ini begitu rapuh, jelas saja sebab dibangun atas
dasar nafsu dan keserakahan manusia yang pada akhirnya hanya menguntungkan
kelompok tertentu, yang dalam Occupy Wall Street disebut masyarakat 1% dunia.
Meningkatnya jumlah populasi homeless, angka kriminalitas yang tinggi, hingga
bunuh diri adalah segelintir akibat dari penerapan sistem sekuler-kapitalisme. Inilah
teror dunia yang sesungguhnya, yang menyebabkan ketidakdamaian dan penderitaan.
Karenanya, dunia mungkin perlu berbenah kembali mencari sistem kehidupan yang
benar-benar memanusiakan manusia dan membawa kedamaian. [Ashwa Rin]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar