Sabtu, 09 Februari 2019

Hari Mencintai Muslim ?


Setelah surat teror itu menyebar di kotak-kotak pos Inggris, kepolisian divisi anti-teroris  Inggris memang langsung bergerak melacak siapa dalang dibaliknya. Walaupun kepolisian telah bertindak,  namun tetap saja umat Muslim di Inggris merasa khawatir. Hal menarik yang terjadi adalah sebuah poster ‘LOVE A MUSLIM DAY’ juga muncul yang isinya adalah ajakan untuk melakukan hal-hal yang baik kepada para muslim pada hari yang sama seperti yang tertera pada surat sebelumnya, 3 April 2018. Diantara ajakan aksinya yaitu 10 poin saat memberikan senyum pada muslim, 50 poin melemparkan bunga warna-warni pada muslim, dan 2500 poin untuk membiayai haji keluarga muslim. Ini sebagai respon dari surat kaleng yang membawa terror di masyarakat sekaligus mereduksi ketakutan yang ada.
Di setiap masa, disetiap masyarakat, yang baik dan buruk itu pasti ada. Di tengah-tengah Islamophobia yang melanda Inggris, banyak pula warga Inggris yang turut menunjukkan solidaritasnya terhadap kaum muslim. Di Tyne and Wear misalnya, masyarakatnya mengatakan ‘menebarkan cinta bukan kebencian, membangun jembatan bukan dinding’. Orang-orang menunjukkan solidaritas mereka dalam melawan rasisme dan Islamophobia. Mereka berdiri membentuk rantai solidaritas yang membentang di sekitar Mesjid Pusat Newcastle.
Ini setidaknya menunjukkan pada kita bahwa dunia ini tidaklah selalu berisi orang-orang yang buruk, masih banyak manusia yang di dalam hatinya memiliki kebaikan dan senantiasa ingin menebar kebaikan. Teringat kembali perjalanan dakwah Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam di Mekkah yang dikisahkan dalam sirah Nabawiyah. Kala itu dakwah di Mekkah menghadapi cobaan yang sulit, terutama dari kaum Quraisy yang senantiasa ingin memadamkan cahaya Islam. Bani Hasyim dan Bani Muthalib, kedua suku ini lah yang terus memberikan perlindungan kepada Rasulullah, hingga kedua bani ini juga ikut mengalami pedihnya pemboikotan yang dilakukan kaum Quraisy.  
Kita tahu bagaimana dukungan Amerika terhadap Israel yang terus menjajah Palestina, tapi dibalik itu ada pula warga Amerika yang justru menentang penjajahan atas negeri lain. Sekitar 15 tahun yang lalu, 16 Maret 2003, dunia mengenangnya sebagai pejuang kemanusiaan. Dialah Rachel Alience Corrie yang meninggal dunia akibat dibuldoser oleh tentara Israel. Ketika itu, ia tengah menghalangi penggusuran rumah-rumah penduduk Palestina di Rafah Selatan Jalur Gaza.
Tahun lalu, saat Masjid Al-Aqsa ditutup oleh Israel, bukan hanya mengundang kemarahan umat Islam, tapi juga umat Kristen. Mereka melakukan demonstrasi memprotes perlakuan semena-mena Israel terhadap Masjid Al-Aqsa di Yerusalem dan warga Palestina.
Fitrah manusia itu sebenarnya menginginkan kehidupan yang damai dan tenteram. Namun dunia yang hari ini kita saksikan justru mendatangkan kegelisahan dan teror, bukan hanya bagi muslim tapi juga non-muslim. Sistem dunia hari ini berjalan di atas prinsip hutan rimba, dimana yang kuat menerkam yang lemah. Di dunia muslim sendiri, kita saksikan bagaimana negeri-negeri kaum muslimin di jajah secara fisik dan di jarah secara ekonomi oleh negara-negara super power, sementara penguasa-penguasa di negeri muslim tak lebih dari sekedar boneka penghias yang menghadiri perundingan-perundingan. Di dunia barat yang bersandar pada ekonomi kapitalis yang materialistik ini begitu rapuh, jelas saja sebab dibangun atas dasar nafsu dan keserakahan manusia yang pada akhirnya hanya menguntungkan kelompok tertentu, yang dalam Occupy Wall Street disebut masyarakat 1% dunia. Meningkatnya jumlah populasi homeless, angka kriminalitas yang tinggi, hingga bunuh diri adalah segelintir akibat dari penerapan sistem sekuler-kapitalisme. Inilah teror dunia yang sesungguhnya, yang menyebabkan ketidakdamaian dan penderitaan. Karenanya, dunia mungkin perlu berbenah kembali mencari sistem kehidupan yang benar-benar memanusiakan manusia dan membawa kedamaian. [Ashwa Rin]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar