Jangan khawatir saat jauh dari kampung halaman
Jangan khawatir kesepian saat merantau
Karena keluarga itu ada dimanapun kita berada
Tak terasa lebih setahun Rin tinggal di Pare,
menuntut ilmu di kampung Inggris. Ada suka dan duka nya. Kadang homesick dan serasa
ingin pulang. Tapi, semua masa dalam hidup harus kita lalui dengan baik bukan? Termasuk dalam masa-masa rantau. Imam Syafi’I dalam
bait-bait syai’ir nya memberikan nasehat mengenai perantauan, dimana seseorang meninggalkan
comfort zone menuju new zone dengan suasana baru, orang-orang baru, dan kenalan
baru.
Kata Imam Syafi’i,
Merantaulah …
Orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman.
Tinggalkan negerimu dan hidup asing (di negeri orang)
Merantaulah …
Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang akan engkau tinggalkan
(kerabat dan kawan). Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah
berjuang.
Merantaulah …
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan. Jika mengalir menjadi
jernih, jika tidak, akan keruh menggenang.
Merantaulah …
Singa jika tak tinggalkan sarang, tak akan dapat mangsa. Anak panah jika
tak tinggalkan busur, tak akan kena sasaran.
Merantaulah …
Jika matahari di orbitnya tak bergerak dan terus berdiam, tentu manusia
bosan padanya dan enggan memandang.
Merantaulah …
Biji emas tak ada bedanya dengan tanah biasa di tempatnya (sebelum
ditambang). Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan.
Merantaulah …
Jika gaharu itu keluar dari hutan, ia menjadi parfum yang tinggi nilainya. Jika
bijih memisahkan diri (dari tanah), barulah ia dihargai sebagai emas murni.
Merantaulah …
Ya, betul sekali kata Imam Syafi’i, merantau sama seperti sedang
mengupgrade diri menjadi pribadi yang lebih baik. Berkenalan dengan orang lain
dengan latar belakang yang berbeda-beda membuatmu melihat dunia dari sisi yang
berbeda-beda pula. Hidup dengan orang yang berasal dari berbagai macam suku,
melatihmu bersabar, ada yang keras, lemah gemulai, adapun yang humoris. Kadang
harus menghadapi perbedaan kultural. Misal orang Makassar yang terbiasa ngomong
dengan nada tinggi, atau orang sunda
yang lembut banget. Semuanya terasa
begitu penuh warna.
Saat-saat
dalam rantau, bersosialisasilah dengan penduduk asli setempat, jangan jadi
introvert. Mentang-mentang lingkungan baru, takut salah ngomong, takut salah
bersikap, akhirnya hanya mengurung diri di kandang, it’s not good guys. Apalagi
bagi para pengemban dakwah. Bersosialisasi atau bahasa kerennya ‘jadi anak gaul’
itu penting untuk menginteraksikan ide-ide yang kita emban, apalagi jika itu
adalah pemikiran yang shahih, sudah sepatutnya disebar bukan? [Ashwa Rin]
Reference :
Diwan al-Imam asy-Syafi’i. Cet.
Syirkah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Beirut. Hal. 39
Tidak ada komentar:
Posting Komentar