Isu-isu
perempuan memang selalu menjadi topik pembicaraan yang tetap hot, tak lekang
oleh waktu. Kali ini Rin akan berbagi cerita bagaimana kondisi para perempuan
di Nepal akibat anggapan yang keliru tentang wanita.
Diskriminasi
Wanita yang Menstruasi.
Di Nepal, ada keyakinan tentang kenajisan darah
menstruasi yang membuat para wanita dan gadis diasingkan di gubuk pengasingan. Di
masa-masa menstruasi mereka diasingkan, dilarang memasuki dapur, apalagi
mengikuti perayaan-perayaan keagamaan.
![]() |
Gubuk
Pengasingan di Nepal (Fotografi oleh Poulomi Basu)
|
Wanita mengalami situasi ekstrim di
daerah-daerah pedesaan dengan menanggung pengasingan ini satu minggu setiap
bulannya selama 35 sampai 45 tahun siklus menstruasi mereka. Mereka dipandang
tidak bersih, tidak boleh disentuh, dan membawa bencana bagi orang-orang,
ternak, dan tanah, ketika mereka haid. Mereka pun diasingkan keluar dari
rumah-rumah mereka. Beberapa tinggal di gudang terdekat, sementara yang lain harus berjalan kaki 10-15 menit
dari rumah menuju gubuk kecil di dalam hutan lebat. Dalam pengasingan, mereka
seringkali harus harus menghadapi kematian akibat suhu yang sangat panas, sesak
dari api yang sebenarnya dinyalakan untuk menjaga mereka tetap hangat selama
musim dingin, racun ular kobra, dan pemerkosaan.
![]() |
Penyembuhan tradisional perempuan yang sakit selama masa menstruasi
(Fotografi oleh Poulomi Basu)
|
Umum kita ketahui, bahwa di masa-masa haid, wanita
seringkali mengalami nyeri haid atau bahkan sampai demam. Di Nepal, penyembuhan
tradisional sering menggunakan kekerasan verbal dan fisik yang ekstrim untuk
menyembuhkan para gadis muda yang sakit
selama menstruasi ini, karena meyakini bahwa mereka dirasuki oleh roh jahat.
Para dukun pun bertugas melakukan ritual penyembuhan.
Pengucilan
para Janda
Selain dari pengasingan wanita yang mengalami
menstruasi, tradisi kebudayaan Hindu di Nepal juga mengucilkan para wanita yang
kehilangan suami mereka (red: mati). Tradisi memerintahkan para janda hanya
memakai sari berwarna putih (simbol duka dan kematian) selama sisa hidup
mereka. Mereka pun dilarang menghadiri
perayaan atau menikah lagi. Kematian suami berarti wanita harus menderita
karena dosa-dosa yang dilakukannya di
kehidupan sebelumnya. Janda dianggap simbol kesialan dan pembawa petaka
sehingga dianggap harus dikucilkan dari masyarakat.
Why?
Tidak
sedikit masalah diskriminasi dan pengucilan perempuan akibat agama, keyakinan,
tradisi, dan budaya tertentu. Hal itu tidak lepas dari pandangan mereka
terhadap perempuan. Beberapa ahli
memandang ini adalah akibat penerapan sistem patriarki di masyarakat, tapi
apakah akan ada bedanya jika yang diterapkan itu sistem matriarki ? Sejarah membuktikan para nazi wanita juga
sangat kejam dan sadis, sedikit contoh ketika wanita memegang kekuasaan. Bahkan
Catherine the Great dari Rusia juga bukan wanita yang baik, dari sisi pemegang
kekuasaan.
Kemudian
muncul gagasan kesetaraan gender (gender
equality) yang diperjuangkan oleh para pegiat feminis yang menuntut penyetaraan
perempuan dengan laki-laki. Semuanya dilatarbelakangi diskriminasi yang dialami
para wanita. Gagasan ini memprovokasi para wanita agar mensejajarkan diri
dengan laki-laki, sehingga perannya sebagai ibu dianggap sebagai beban dan
penghambat kemandirian. Hasilnya perlahan para wanita bergerak semakin jauh
meninggalkan kodratnya sebagai istri dan ibu. Kesetaraan gender dianggap solusi
membebaskan perempuan dari berbagai penindasan. Namun, sebenarnya tanpa sadar
justru memunculkan masalah lainnya. Di negara barat sebagai pengekspor ide
gender, Inggris dan AS, angka perceraian sangat tinggi, angka kelahiran pun
semakin turun tiap tahunnya akibat para wanita enggan memiliki anak bahkan
banyak yang tidak ingin menikah karena tidak ingin menghambat kesibukannya
sebagai wanita karir.
Jika
sistem masyarakat matriarki ataupun kesetaraan gender bukan solusi masalah
penindasan perempuan, lantas apa solusinya?
Masalah
penindasan perempuan berangkat dari anggapan yang salah tentang perempuan.
Sebelum Islam datang, masyarakat arab menganggap kelahiran bayi perempuan
sebagai aib. Praktek penguburan bayi perempuan hidup-hidup pun menjadi marak
dan biasa di tengah-tengah masyarakat
jahiliyah. Ketika Islam datang, ayat-ayat Al-Quran mengungkap segala kebobrokan
perilaku jahiliyah orang-orang Arab, serta membawa pemahaman yang benar tentang
wanita dan perannya yang mulia sebagai pendidik generasi. Di masa islam lah,
perempuan ditempatkan pada posisi yang mulia, bukan sebagai saingan lelaki,
tetapi sebagai partner dalam menjalankan kehidupan.
Adanya
penindasan, diskriminasi, pengucilan yang dilakukan suatu kepercayaan atau
tradisi menunjukkan bahwa keyakinan mereka justru jauh menyimpang dari fitrah
manusia dan tentunya bertentangan dengan akal dan ilmu. Maka patutlah Allah
selalu memerintahkan kita dalam banyak ayat di Al-Quran untuk senantiasa
berpikir, tanpa berpikir manusia hanya akan jatuh dalam kufarat dan
anggapan-anggapan salah. Semua ini karena hanya mengandalkan persaan semata,
dan tradisi melanjutkan apa yang telah dilakukan secara turun temurun, entah
nenek moyangnya salah atau benar. Jika mau mencerabut masalah-masalah
pengucilan, diskriminasi, dan penindasan wanita, caranya tidak lain dan tidak
bukan, kembali kepada aturan yang Maha Pencipta, yaitu Allah SWT. Wallahua’lam
bi ash-shawab. [Ashwa Rin]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar