Jumat, 02 Februari 2018

Petani atau Pemburu Rente


Tidaklah begitu mengejutkan sebenarnya saat membaca berita soal rencana pemerintah impor beras. Well, itu konsekuensi sebuah negeri yang semakin dikapitalisasi. Sepertinya mengobral aset-aset negara belumlah cukup, sebisa mungkin mendapat keuntungan lebih dan lebih lagi. Hawa nafsu manusia akan kekayaan dan kekuasaan bukanlah hal kecil. Jika tidak dikendalikan bisa membahayakan, apalagi jika manusia-manusia itu berada dalam posisi mengurusi hajat hidup orang banyak.

Lupakan soal dalih kesejahteraan karena faktanya rencana impor beras tak lebih dari sebuah hubungan bisnis belaka yang menguntungkan para pemburu rente. Pemburu rente (rent-seeker) ini adalah kaum kapitalis yang berusaha menjalin hubungan dengan birokrasi demi mendapat keuntungan bisnis seperti mencari peluang untuk menjadi penerima rente yang diberikan birokrasi dengan cara menyerahkan sumber dayanya ataupun wewenang tertentu yang diaturnya. Jadi, rente disini maksudnya adalah selisih antara nilai pasar dengan jumlah yang dibayar oleh penerima rente kepada birokrasi/pemerintah dan atau secara pribadi kepada penolongnya di kelompok birokrasi.

Walaupun rencana ini jelas tak masuk akal ditengah kondisi surplusnya produksi beras di berbagai daerah, nafsu mengejar keuntungan pribadi jelas mengabaikan segalanya, menciptakan 1001 macam alasan agar masuk akal, agar bisa diterima. Orang-orang yang berwenang dalam urusan ini, entah apa mereka sedikit saja memiliki rasa manusiawi dan memikirkan nasib kaum tani. Para petani yang hidup dari garapan tanah-tanah mereka, bekerja keras memeras keringat dan berharap mendapatkan hasil panen yang memuaskan agar mereka bisa menghidupi keluarga-keluarga mereka hingga tiba masa panen berikutnya. Mereka mungkin tidak berharap banyak agar orang-orang yang mereka pilih itu memberi mereka cangkul. Ditengah naiknya harga pupuk, mereka terus memutar otak memikirkan cara menghasilkan produksi yang maksimal. Namun momen yang harusnya membahagiakan menyambut panen raya, justru diapresiasi dengan adanya rencana impor beras pemerintah. Tawa itu harusnya tawa bahagia, tapi faktanya yang ada adalah  tawa miris.

Jika ditilik kembali, kebijakan impor beras ini sesungguhnya menguntungkan siapa ? Ah sudahlah, kita semua punya jawabannya. Pemilu semakin dekat, semoga rencana impor beras bukan bagian dari proyek pengumpulan dana menjelang perayaan demokrasi yang mahal. [Ashwarin]



1 komentar: