Dulu saat pertama kali tahu khilafah adalah sebuah sistem pemerintahan yang Allah tuntunkan untuk manusia dan telah diterapkan selama 14 abad lamanya, ekspektasiku adalah khilafah pasti sistem yang sempurna dan selama 14 abad pasti semuanya berjalan damai dan tenteram. Rasanya menggebu-gebu ingin khilafah seperti dulu
Saat aku membaca buku-buku sejarah kekhilafahan dan menemukan soal perebutan kekuasaan yang terjadi di kalangan keluarga khalifah atau dengan bani lainnya hingga berdarah-darah, aku lalu berpikir 'apakah khilafah itu seperti ini, berdarah-darah?' ataukah 'ah jangan-jangan penulis sejarah ini berbohong dan sejarah dikebiri', dan berbagai perasaan denial. Rasa-rasanya inginnya sejarah kekhilafahan itu perfect tanpa cela.
Hingga sesuatu menyadarkanku. Hey, Khilafah itu sebagaimana hukum syariat yang lainnya loh, yang melaksanakannya ya manusia. Namanya dilakukan oleh manusia, maka ada kanya bener ada kalanya salah. Sebagaimana sholat yang Allah wajibkan, ada kalanya manusia bener melaksanakannya, bisa jadi juga gak bener.
Mendirikan sholat lima waktu gak berubah hukumnya hanya karena ada yang salah melaksanakan sholat. Sebagaimana menerapkan sistem pemerintahan yang Allah wajibkan gak berubah hukumnya hanya karena dalam pelaksanaannya ada yang gak bener.
Sebagaimana kita membangun keluarga, tentu harapannya sakinah mawaddah dan rohmah dong, masa iya tujuannya bangun keluarga yang amburadul. Pun dengan membangun negara, harapannya untuk yang baik-baik, gak ada ceritanya bangun negara biar bisa menindas.
Dalam keluarga ada masalah, dalam negara juga ada. Poinnya bukan karena 'ada masalah' maka 'jangan lakukan'.
Tapi sebagai seorang muslim, bagaimana dalam melakukan sesuatu panduannya adalah Islam. Membangun keluarga panduannya islam, membangun negara juga panduannya islam.
Melihat sejarah kekhilafahan itu hanya sebatas 'oh itu soal perebutan kekuasaan yang berdarah-darah' lalu menolak wajibnya Khilafah, tak ubahnya seperti melihat dengan kaca mata kuda lalu mengambil kesimpulan begitu saja. Sejarah bukan untuk menghukumi sesuatu dan harusnya kita tahu itu. Hukum sesuatu didasarkan pada nash-nash syara bukan dari sejarah.
Memahami arti sejarah atau masa lalu itu penting. Agaknya menyakitkan memang harus menjumpai ketidaksesuaian apa yang kita inginkan dengan sejarah masa lalu. Namun dalam melihat masa lalu atau sejarah, ini bukan soal apa yang kita inginkan atau ekspektasikan, tapi soal hikmah apa yang bisa kita ambil dari masa lalu.
Bukankah dalam menjalani hari-hari kita pun demikian. Adakalanya sesuatu tidak berjalan sesuai dengan yang kita inginkan. Adakalanya perjalanan kita menemui jalan yang salah bahkan buntu. Tapi tak perlu menyalahkan perjalanan itu sendiri, sebab yang perlu kita lakukan adalah belajar dari kesalahan sebelumnya.
Jangan katakan 'jika tak mau tersesat, jangan melakukan perjalanan'. Lantas jika tersesat kenapa? Haruskah menyalahkan diri sebab membuat keputusan untuk melakukan perjalanan. Bukankah salah satu kebijaksanaan adalah melangkah kembali, lanjutkan perjalanan, koreksi kesalahan, temukan jalan yang benar itu. Tak perlu malu dengan sejarah kelam kita, tapi perbaikilah apa yang rusak. Tak perlu berpaling dari sejarah kelam kita, hadapi dan ambil hikmahnya.
Ada hikmah besar ketika sesuatu tidak berjalan sebagaimana yang Allah janjikan. Bukan salah syariat Allah, tapi salah manusia yang kerap kali menyimpang dari tuntunan Allah. Jika sholat tak mampu menghindarkan kita dari perbuatan yang mungkar, bukan salah sholatnya. Coba koreksi apakah sholat kita telah sesuai dengan yang Allah perintahkan. Begitupun dengan syariat lainnya.
Allah gak pernah salah dalam memberikan syariat tapi justru manusi lah yang kerap kali lalai dari menjalankannya.
Sejarah kelam yang pernah ada dalam kekhilafahan bukan pembenaran untuk tidak lagi berhukum pada hukum Allah. Sebab no kelam itu tidaklah muncul kecuali manusia telah lalai dari perintah Allah, sedikit atau banyak. Ada hikmah yang besar disitu yang harusnya menjadi pelajaran bagi kita untuk sekarang dan masa mendatang. Bahwa ketika manusia berpaling sedikit saja dari apa yang Allah perintahkan maka manusia akan menuai akibatnya.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.." (QS Ruum : 41)
Dibalik masa lalu dan sejarah kelam ada hikmah dan ibrah yang bisa diambil bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran.
Apa yang terjadi (akibat yang kita tuai karena perbuatan kita) adalah bagian dari kasih sayang Allah. Tidak lain dan tidak bukan agar kita intropeksi/muhasabah dan kembali ke jalan yang benar.
لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ruum :41)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar