Senin, 22 Januari 2018

Part 4 Mulukhiyah & Malban (Palestinian Grape Fruit Roll Ups)

Ketika harus hidup jauh dari kampung halaman, ketika harus hidup bersama dengan orang yang sebelumnya asing sama sekali, aku tahu itu bukan hal yang mudah, ada-ada saja konflik yang mungkin mewarnai. Tapi konflik terbaik itu ketika justru semakin mendekatkan, bukan menjauhkan.

Aku pulang dari sebuah café yang biasanya kutempati belajar bersama dengan teman sekelasku, setelah belajar seharian dari pagi hingga menjelang magrib. Ini weekend dan disinilah aku berkutat dengan sejumlah teorema dan aksioma. Tentu saja rasanya lelah sekali. Dalam perjalanan pulang, dipikiranku aku sudah merencanakan akan memasak ini itu untuk makan malam nanti. Tapi ketika tiba, ternyata roommate ku telah memasakkan sesuatu untuk aku makan. Aku tahu bahwa dia bukan orang yang terbiasa dengan dapur dan masak dulu. Tapi hidup di negeri yang makanan jadi yang halal susah plus pun jika ada tentu mahal jika harus makan diluar tiap hari, membuat kami harus memasak ditengah-tengah kesibukan kuliah jika ingin hidup. Ini Mulukiyah pertama yang ia buat, ia harus menelpon ibunya untuk memberikan instruksi bagaimana memasaknya.

Mulukhiyah adalah sejenis sup yang dibuat dari daun Nalta rami yang banyak tumbuh di daerah timur tengah. Mulukhiyah yang dibuatnya adalah masakan khas orang-orang Palestina yang disajikan dengan nasi. Rasanya sangat sangat super duper enak, hingga membuatku hampir menangis. Temanku yang lainnya berkata ‘ya ampun Aswa, kau menangis saking bahagianya memakan Mulukhiyah?’ Aku menangguk. Sulit dipercaya jika ini pertama kalinya dia membuat sup seperti ini. Karena melihatku begitu lahap memakannya, dia berjanji akan membuatkannya lagi untukku. Ah tidak, aku lebih memilih diajarkan bagaimana membuatnya.

Sebelumnya aku juga memakan malban. Palestinian Malban yang dibuat secara tradisional dari sari anggur dicampur pati  dan diberi air mawar, merupakan permen arab tradisional yang udah ada selama berabad-abad yang lalu. Rasa manisnya seakan membawa kita ke masa seribu satu malam. Haha.. lebay deh..

Dia berasal dari West Bank, Palestina. Aku mengenalnya pertama kali sejak di Indonesia lewat facebook, dan setelah itu akulah yang memintanya tinggal bersama ketika tahu dia juga akan melanjutkan kuliah di kampus yang sama. Dan akhirnya disinilah kami, di Budapest.

Hidup dengan orang-orang yang berbeda culture dan habits bukan hal mudah, tapi bukan berarti tidak bisa. Kesulitan apapun itu tidaklah penting selama kita tahu bahwa kita saudara. Paspor kami memang berbeda, tapi hati kami InsyaAllah sama. Kami merindukan persatuan dan ukhuwah di seluruh dunia.

Aku ingat pertama kali berkenalan dalam bahasa Arab, mereka terkesima dan bilang pelafalanku cukup bagus. Aku bilang aku cuma tahu introduction saja, selebihnya aku NOL besar. Tak apa katanya, mereka akan mengajariku. Di malam-malam kami, mereka dengan senang hati menjadi guruku dan mengajarkanku bahasa arab. ‘Aswa kamu harus mempunyai buku catatan sendiri untuk pelajaran bahasa Arab’. ‘Okey aku mengerti’ kataku. Di malam-malam lainnya, kami saling bertukar cerita mulai dari hal-hal pribadi sampai hal yang mendunia. Aku ingin sekali menuliskan kisah-kisah mereka, tidak sekarang, tapi di cerita-cerita berikutnya. Cerita bagaimana temanku yang merupakan keturunan Amazea di Maroko yang dimarahi ayahnya saat ketahuan bermain dengan seorang keturunan Arab (ini tentang hubungan orang Arab dan Amazea di Maroko), cerita tentang Palestina dan sejarah panjangnya, invasi Israel serta masih banyak lagi.

Ah, aku lupa bilang, kalo dua roommate, satunya merupakan Amazea dari Maroko, dan lainnya dari Palestina. Apa lagi yah yang terlupakan ? hmmm… okey, complete sudah.

Selamat menunggu cerita selanjutnya !

Malban

Mulukhiyah dan Nasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar