Senin, 22 Januari 2018

Part 5 Hiking Buda Hills

“Naik-naik ke puncak gunung, tinggi tinggi sekali”. Ahad kemarin, sebenarnya ahad kemarin rencananya bakal ke premier, tapi karena beasiswanya belum cair juga, dan aku khawatir akan telat cairnya, jadi duit yang ada mending disimpan untuk kemungkinan terburuknya. Aku memutuskan ikut hiking in the last minute. Setelah sabtu kemarin lelah menggunakan otak, kali ini mesti lelah otot, hhh. Aku berangkat sendiri ke meeting point, soalnya teman-teman sekamarku sedang sibuk belajar, bahkan di weekend seperti ini. Okey, I’ll go even I’m alone. Hikingnya dimulai pukul 11 mendaki bukit Buda. Sang guide membawa kami ke daerah yang merupakan perumahan orang-orang penting hongaria, seperti politisi, pejabat, pada duta besar, bahkan dia menunjukkan kediaman prime ministernya. Pertama kali ke Budapest, aku pikir kenapa tidak ada rumah ya. Semuanya bangunan-bangunan tua beberapa lantai, dan yang mereka tinggali disebut apartemen atau flat disini. Tapi perjalanan menuju pendakian, menunjukkan sisi lain dari kota ini, aku baru tahu kalau kebanyakan orang-orang penting disini justru tinggal di pinggiran kota, dengan kediaman yang disebut rumah tentu saja. Daerah itu sangat sepi dan tenang, seperti daerah tak berpenghuni. Rumah-rumahnya besar tapi tetap menampakkan kesederhanaan.

Pendakian menuju ke Normafa Hills, aku pernah kesini sebelumnya dengan menggunakan bus, tidak mendaki seperti ini. Guide kami mengatakan kita sebenarnya bisa menggunakan bus jika ingin ke Normafa Hills, tapi guidenya membuat kami harus berjalan jauh. Tapi tak apa, selama perjalanan setidaknya aku bisa mendapat banyak cerita-cerita menarik dari orang-orang hungaria yang memandu kami.

Tiba di Normafa Retes, para peserta hiking ada yang menikmati teh dan kopi panasnya juga lunch mereka. Salah satu cewek khazakstan mendekatiku dan mengajak sholat dhuhur bareng. ‘kau yang tentukan tempatnya’, kataku. Aku tidak menyangka kalau dia akan memilih sholat di depan warung yang sedang ramai-ramainya dipadati para peserta hiking. Aku diam saja tapi dalam hati protes ‘apa dia tidak bisa memilih tempat yang lebih sepi dimana setidaknya tidak ada orang-orang yang memandangi?’, ah tapi aku pikir idenya tidak buruk juga, ini juga bisa jadi bagian dari dakwah. Aku jadi teringat kisah seorang teman yang bahkan sholat jamaah dipinggir jalan di negeri seperti ini. Saat di Indonesia, saat ingin sholat, yang dicari adalah mesjid atau mushola terdekat. Tapi ketika berada di negeri dimana muslim adalah minoritas, pertanyaannya menjadi dimana tempat yang memungkinankan untuk sholat.

Datang dengan membawa diri sendiri, tapi yang menarik, ketika bisa mengenal banyak orang dan berteman dengan yang lainnya. Tiba puncak Buda sekitar pukul 3 siang, cuaca yang sangat-sangat dingin menyulitkan anak-anak yang hidupnya digaris katulistiwa. Salah satu teman dari ekuador mengajakku jogging agar tubuh kami hangat. Okey, kamipun berlari seperti orang aneh, yang mendaki sambil berlari. Itu lebih baik daripada merasa seperti akan beku karena suhu yang rendah.
Pemandangan Budapest begitu memukau dari atas bukit Buda. Lelahnya perjalanan dan pendakian seperti menguap begitu saja. Aku memanjat bebatuan yang tinggi untuk melihat pemandangan lebih jelas. Itu sangat indah. Saking indahnya aku sampai tidak memperhatikan jika orang-orang sudah mulai melanjutkan perjalanan meninggalkanku yang termenung diatas bebatuan raksasa.

Tiba di paling puncaknya Buda Hills, terdapat bangunan tua yang digunakan untuk sightseeing. Lantai paling bawah ada café yang menyediakan berbagai macam minuman hangat. Akhirnya setelah pendakian yang panjang, beristirahat mengumpulkan tenaga untuk pulang. Aku menggunakan chairlift yang membawaku turun dari puncak Buda. Finally, Mission Completed.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar